Bagaimana pemanfaatan penginderaan jauh dalam analisis lokasi bencana alam

M. Rokhis Khomarudin and Wiweka and Parwati Sofan (2014) Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana di Indonesia. Crespent Press, Bogor.

Abstract

Usaha manusia untuk memantau kondisi wilayahnya dari udara sudah dilakukan sejak berkembangnnya teknologi fotografi. Perkembangan teknologi fotografi modern pertama dikenalkan oleh Daguerre pada tahun 1839, dan pada tahun 1868 foto udara pertama dilakukan dengan menggunakan baton di atas kota Paris. Sebelumnya, pemotretan udara ini menggunakan burung dara sebagai alat untuk memotret kondisi permukaan bumi dari udara. Seiring dengan perkembangan jaman, alat yang digunakan adalah satelit yang ditempatkan di angkasa luar yang berada pada lintasan orbit tertentu. Satelit penginderaan jauh pertama yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1972 adalah Landsat Multispectrai Scanner System (MSS). Peluncuran ini merupakan dimulainya era baru teknologi penginderaan jauh modern dengan wahana satelit. Pada awal mulanya teknologi penginderaan jauh ini diperuntukan untuk kepentingan militer, pengaturan strategi, dan pengetahuan tentang kondisi wilayah musuh. Namun, saat ini teknologi ini telah digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti meteorologi (dinamika atmosfer, pemantauan awan, dan prediksi cuaca), penelaahan dan pemantauan lingkungan (perkembangan perkotaan, bencana alam), pemantauan dan deteksi perubahan global (pemantauan lubang ozon, deforestrasi, dan pertranasan global), pertanian (kondisi tanaman, prediksi panen, dan erosi tanah), eksplorasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui (mineral, minyak, dan gas alam), sumber daya alam terbaharui (hutan, tanah, laut), dan untuk pemetaan (topografi, penggunaan lahan, dan sarana dan prasarana). Usaha-usaha ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu atau teknologi penginderaan jauh. Secara umum, penginderaan jauh dapat definisikan sebagai ilmu, seni, dan teknik untuk memperoleh informasi suatu objek tanpa menyentuh secara langsung objek yang diamati. Hal ini dilakukan dengan cara mengindera dan merekam energi yang dipantulkan maupun yang di emisikan kemudian dilakukan pemrosesan, analisa, dan mengaplikasikan informasi tersebut. Objek yang diamati ini biasanya divisualisasikan berupa citra (gambar) yang terdiri dari elemen-elemen yang sering disebut sebagai pixel (picture element). Informasi yang terdapat dapat pixel-pixel inilah yang kemudian diproses, dianalisa dan diaplikasikan menjadi informasi tertentu. Berbagai aplikasi tersebut, tergantung pada resolusi data penginderaan jauh yang akan digunakan yaitu resolusi spasial dan resolusi temporal.

Actions (login required)

View Item

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Salah satu bentuk mitigasi bencana adalah adanya data yang terintegrasi tentang bencana sehingga dapat disusun atau dirancang bentuk mitigasi bencana yang sesuai. Data yang terintegrasi mengenai bencana meliputi:

  1. Data fenomena bencana yang terjadi seperti erupsi, gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan bencana lainnya

  2. Data lingkungan lokasi bencana meliputi topografi, geologi, vegetasi dan lain-lain

  3. Data berbagai unsur yang mengalami kerusakan seperti infrastruktrur, pemukiman penduduk, data sosial, ekonomi, dan data demografi lainnya

  4. Data sumber daya bantuan darurat seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, kantor pemerintah, kantor polisi, dan sebagainya

Data-data tentang bencana tersebut bervariasi dan terintegrasi menjadi satu sistem informasi yang disebut dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) sehingga dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mitigasi bencana termasuk masyarakat yang saat ini dituntut untuk lebih siap dalam menghadapi bencana.

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis data atau informasi geografis. Data dalam Sistem Informasi Geografis berasal dari berbagai sumber, misalnya hasil pemetaan pemerintah, sensus penduduk, hasil penelitian, ataupun citra foto atau satelit.

Pemetaan pemerintah, sensus penduduk, hasil penelitian, citra foto atau satelit bertujuan mengumpulkan data dengan menggunakan penginderaan. Penginderaan adalah suatu proses untuk mendapatkan data atau mengetahui suatu objek menggunakan sensor alamiah (mata telinga, hidung, lidah, dan kulit) dan sensor buatan (kamera, sonar, magnetometer, radiometer, scanner, atau satelit).

Data yang berasal dari citra foto atau satelit (sistem spaceborne) merupakan produk dari penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk memperoleh informasi atau data objek, dareah, fenomena melalui analisis dan interpretasi tanpa menyentuh langsung objek tersebut.

Penginderaan jauh memiliki kelebihan dalam prosesnya antara lain citra menggambarkan objek di permukaan bumi dengan bentuk, wujud, dan letak yang sebenarnya, gambar relatif lengkap, liputan daerah luas, dan sifat gambar yang permanen, citra dapat menggambarkan tiga dimensi yang memungkinkan pengukuran tinggi dan volume, citra dapat menggambarkan benda yang tidak tampak sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya, dan citra dapat dibuat cepat walaupun objeknya sulit dijangkau

Mengacu pada kelebihan-kelebihan penginderaan jauh, maka penginderaan jauh juga dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan untuk tujuan strategis salah satunya pemetaan daerah bencana. Penginderaan jauh dapat mengunakan satelit sebagai wahananya, terdapat beberapa satelit penginderaan jauh dari beberapa negara untuk mendapatkan data mengenai cuaca, iklim, dan bencana. Beberapa satelit yang ada antara lain RADARSTAT (Kanada), LANDSTAT, IKONOS, NOAA, Quickbird (Amerika Serikat), MOS dan JERS (Jepang), IRS (India), SPOT (Prancis).

Pada beberapa fakta penginderaan jauh dapat merekam adanya perubahan di daerah tektonik sebelum terjadinya gempa meskipun penggunaan penginderaan jauh untuk memprediksi terjadinya gempa bumi. Beberapa sensor untuk penginderaan jauh dapat menggunakan PAN (PAN Numeric), MTS (Multipactual Thermal Biod), SAR (Syabaric Apecture Radar), OPS (Optical), AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), dan sensor lainnya.

Sebagai contoh Satellite Laser Ranging (SLR) dan Very Long Base Baseline Interferometry (VLBI) dengan sarana GPS dapat digunakan untuk memantau gerakan patahan. Sensor Inframerah Thermal seperti Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) pada citra satelit National Oceanic dan Atmospheric Administrasi (NOAA) dapat merekam perubahan panas bumi di daerah tektonik (emisitas). Hal ini didasari prinsip di daerah tektonik aktif maka tekanan dapat meningkat dan berdampak pada suhu meningkat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan sebelum terjadi gempa terjadi anomali panas dengan perubahan suhu di daerah tersebut.

Penginderaan jauh dapat digunakan sebagai sumber data yang terintegrasi dalam Sistem Informasi Geografis yang sangat bermanfaat dalam mitigasi bencana. Sistem informasi geografis dapat dimanfaatkan untuk mengintegrasikan data satelit penginderaan jauh dengan data-data yang dibutuhkan dan relevan dengan bencana. Secara praktis bermanfaat untuk desain sistem peringatan dini bencana, perencanaan rute evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban bencana, perencanaan kawasan rawan lokasi bencana, relokasi pemukiman penduduk, dan fungsi praktis lainnya.

Teknologi penginderaan jauh sangat diperlukan untuk pemetaan wilayah termasuk dalam upaya mitigasi bencana. Data penginderaan jauh dan analisis spasial dapat digunakan sebagai alat yang cukup efektif untuk  mengurangi dampak bencana alam.

“Melalui penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan kondisi kerusakaan pasca bencana,” kata Muhammad Al-Amin Hoque, assistant Professor dari Department of Geography and Environment, Jagannath University Bangladesh, Kamis (13/10) di Fakultas Geografi UGM.

Dalam kegiatan  PhD Talk yang diselenggarakan program studi S2 Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM ini, Hoque menyampaikan risetnya yang berjudul “Cyclone Disaster Mapping, Monitoring and Management Using Satellite Remote Sensing and Spatial Analysis”.

Dia menceritakan, di Bangladesh, terutama di Teluk Bengal, dalam setiap tahunnya bisa terjadi 2-3 kali badai tropis yang banyak menyebabkan korban jiwa maupun infrastruktur. Badai tropis ini tidak dapat dihindari, tetapi kerusakan yang timbul baik jiwa maupun infrastruktur sebagai dampak dari bencana badai dapat diminimalkan.

“Salah satu alat yang sangat krusial untuk membantu proses ini adalah data penginderaan jauh,” jelas kandidat doktor dari Remote Sensing Research Centre The University of Queensland Australia.

Hoque menyebutkan selain bisa untuk identifikasi dan pemetaan, data penginderaan jauh dapat digunakan untuk monitoring sebelum maupun setelah bencana. Tidak hanya itu, juga bisa dimanfaatkan untuk manajemen kebencanaan seperti penentuan rute evakuasi, penentuan shelter, dan lainnya. 

“Penginderaan jauh bisa dipakai untuk membuat model kerawanan bencana di masa mendatang yang dapat disesuaikan dengan skenario perubahan iklim,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA