Bagaimana kamu melaksanakan hak dalam berkeyakinan

  • Penulis: Komnas HAM
  • Penerbit: Komnas HAM
  • Tahun Terbit: 2020
Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Hak Asasi Manusia adalah dokumen yang merupakan penjabaran secara normatif atas berbagai instrumen HAM baik internasional dan nasional serta norma-norma HAM yang terus berkembang secara dinamis, agar sesuai dengan konteks dan peristiwa. Dengan demikian, standar norma HAM mampu dipahami dan diimplementasikan secara baik, oleh pemangku hak, pengemban kewajiban, maupun aktoraktor terkait.Komnas HAM RI sebagai lembaga mandiri setingkat dengan lembaga negara lainnya, mempunyai karakter kelembagaan yang imparsial dan independen dalam memberikan pemaknaan atas standar dan norma HAM. Sejauh ini, Komnas HAM RI telah mengesahkan SNP tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (PDRE), SNP tentang Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi, dan SNP tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.

Sebagai lembaga yang memiliki karakter independen dan imparsial, Komnas HAM RI memiliki kewenangan berdasar undang-undang untuk merekomendasikan pengemban kewajiban melaksanakan apa yang menjadi saran, pendapat, dan rekomendasi Komnas HAM RI. Di sinilah nilai penting terkait urgensi dan kemanfaatan dari SNP sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh lembaga yang independen dan imparsial, sebagai panduan bagi pengemban kewajiban dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Selain itu bagi pemegang hak adalah sebagai panduan dalam memaknai peristiwa yang berdimensi HAM dan mekanisme dalam mengklaim hak asasinya. Sedangkan bagi aktor-aktor lain yang berkepentingan, SNP menjadi koridor dan batasan agar segala tindakan dan aktivitasnya menghormati HAM dan tidak berkontribusi atas peristiwa pelanggaran HAM.

Di Indonesia kebebasan beragama dan berkeyakinan mendapat jaminan untuk dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara. Jaminan tersebut termaktub di dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), UUD 1945 amandemen ke 1 sampai dengan 4, UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.Meskipun telah mendapat jaminan di beragam konstitusi ternyata hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia belum sepenuhnya terjamin. Hal ini terbukti oleh masih adanya kebijakan negara (terutama peraturan daerah) yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Juga masih maraknya tindakan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas yang memiliki agama atau keyakinan yang berbeda.Berdasar kondisi di atas Komnas HAM pada Oktober 2008 – Januari 2009 menggelar pemetaan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam ruang forum

internum di 6 (enam) daerah, yaitu: Provinsi Banten (Kota Tangerang, Kabupaten Lebak); Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya); Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Blora, Kota Solo).

 

I. PEMBUKA Setiap orang berhak atas kebebasan beragama atau berkepercayaan. Konsekwensinya tidak seorang pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/ kepercayaannya. Namun, negara (cq. Pemerintah) wajib mengatur kebebasan di dalam melaksanakan/ menjalankan agama atau kepercayaan agar pemerintah dapat menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM dan demi terpeliharanya keamanan, ketertiban, kesehatan atau kesusilaan umum. II. MAKNA KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN Secara normatif dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) hak kebebasan beragama atau berkeyakinan dapat disarikan ke dalam 8 (delapan) komponen yaitu; 1. Kebebasan Internal Setiap orang mempunyai kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk untuk berpindah agama dan keyakinannya. 2. Kebebasan Eksternal Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadahannya. 3. Tidak ada Paksaan Tidak seorangpun dapat menjadi subyek pemaksaan yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau keyakinan yang menjadi pilihannya. 4. Tidak Diskriminatif Negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk: asli atau pendatang, serta asal usulnya. 5. Hak dari Orang Tua dan Wali Negara berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua, dan wali yang sah, jika ada untuk menjamin bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya sendiri. 6. Kebebasan Lembaga dan Status Legal Aspek yang vital dari kebebasan beragama atau berkeyakinan, bagi komunitas keagamaan adalah untuk berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh karena itu komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan termasuk di dalamnya hak kemandirian di dalam pengaturan organisasinya. 7. Pembatasan yang diijinkan pada Kebebasan Eksternal Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh undang-undang dan demi kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum atau hak-hak asasi dan kebebasan orang lain. 8. Non-Derogability Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun. III. JAMINAN KEMERDEKAAN BERAGAMA DALAM UUD & UU 1. UUD 1945 Pasal 28E, ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. 2. UUD pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.                                                      

HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERAGAMA Siti Musdah Mulia

Pendahuluan HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu konsep etika politik modem dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan sesamanya manusia. Tuntutan moral tersebut sejatinya merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia, tanpa ada pembedaan dan diskriminasi. Tuntutan moral itu diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau “dilemahkan” (al-mustad'afin) dari tindakan dzalim dan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa. Karena itu, esensi dari konsep hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun dan demi alasan apapun; serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi. Kesadaran akan pentingnya HAM dalam wacana global muncul bersamaan dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan (human centred development). Konsep HAM berakar pada penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk berharga dan bermartabat. Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subyek, bukan obyek dan memandang manusia sebagai makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, jenis gender, suku bangsa, bahasa, maupun agamanya. Sebagai makhluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah hak dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, serta hak beragama dan hak berkepercayaan. Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak dasar yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. HAM mengajarkan prinsip persamaan dan kebebasan manusia sehingga tidak boleh ada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap manusia dalam bentuk apa pun dan juga tidak boleh ada pembatasan dan pengekangan apa pun terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk di dalamnya hak kebebasan beragama. Isu Kebebasan Beragama Dalam Dokumen HAM Isu kebebasan beragama selain tercantum di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (disingkat DUHAM), ditemukan juga di dalam berbagai dokumen historis tentang HAM, seperti dokumen Rights of Man France (1789), Bill of Rights of USA (1791) dan International Bill of Rights (1966). Pasal 2 DUHAM menyatakan: “setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan lain.”

Jelaskan bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa nilai-nilai ketuhanan itu telah ada sejak jaman dahulu Kala (sebelum Indonesia merdeka)​

bagaimanakah pandangan atau pokok pikiran yg disampaikan terkait pengesahan sila sila pancasila yang benar!!​

Tuliskan isi pembukaan undang-undang 1945 yang menyatakan Pancasila sebagai dasar negara​

sebutkan moto kabupaten Bandung​

USAHA ATAU UPAYA AGAR TIDAK ADA PENYIMPANGAN PADA NILAI-NILAI PANCASILA​

laporan kerja Mentri energi dan sumber daya mineral pada tahun 2021 ​

penyelenggaraan pemerintah daerah telah diatur oleh pasal ....... undang-undang NRI tahun 1945​

contoh penyelenggaraan negara yang sesuai dengan kedudukan pancasila sebagai dasar negara​

sebutkan nilai persatuan sebelum dan sesudah reformasi​

rumusan dasar negara usulan Mr Soepomo Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 Mr Soepomo mengajukan rumusan dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut a … persatuan B kekeluargaan C keseimbangan lahir dan batin D musyawarah keadilan rakyat​

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA