Bagaimana bentuk akulturasi antara Nusantara dan Hindu Buddha pada bidang pemerintahan?

Contoh Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Buddha - Akulturasi Kebudayaan adalah sebuah percampuran unsur ciri khas sebuah kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya, percampuran ini membentuk Kebudayaan baru dengan ciri khas dari kedua budaya tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, unsur khas dari masing-masing budaya tidak akan hilang dari hasil budaya baru yang muncul. Proses Akulturasi kebudayaan yang bercampur harus memiliki unsur yang seimbang. Dalam pembahasan kali ini, Sumber Sejarah akan menyajikan contoh Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha, berikut ini penjelasannya :

Contoh Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha

Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha

1. Contoh Akulturasi Seni Aksara dan Sastra

Akulturasi kebudayaan India yang masuk ke Indonesia mempengaruhi perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra berbentuk tembang/puisi dan bisa juga berbentuk prosa. Seni sastra dapat dikelompokkan menjadi 3 bentuk, yakni :

  • Kepahlawanan atau Wiracerita
  • Kitab Hukum
  • Pitutur Kitab Keagamaan

Baca Juga :
Kitab Ramayana dan Mahabarata merupakan salah satu kitab Kepahlawanan / Wiracaerita yang cukup terkenal di Indonesia. Perkembangan selanjutnya dari kitab-kitab tersebut kemudian muncul seni pertunjukan yakni Wayang Kulit. Seni pertunjukan Wayang sudah sangat terkenal khususnya di Pulau Jawa, nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan tersebut bersifat pendidikan (Edukatif). Yang menarik disini adalah cerita-cerita dalam pertunjukan wayang merupakan berasal dari India dan wayangnya asli atau berasal  dari buatan orang-orang Indonesia. Contoh tersebut merupakan akulturasi kebudayaan nusantara dan hindu budha.

Contoh akulturasi kebudayaan nusantara dan hindu budha kedua yaitu dalam seni bangunan, dapat kita lihat dari bangunan-bangunan candi peninggalan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. Candi-candi di Indonesia merupakan hasil dari akulturasi antara unsur kebudayaan India dan kebudayaan Nusantara/Indonesia asli. Unsur asli kebudayaan Indonesia dalam bidang bangunan yaitu bentuknya punden berundak. Sementara itu, unsur kebudayaan Hindu dan Budha dalam bidang bangunan yakni terdapat patung perwujudan Dewa atau Buddha, bangunan bersifat megah, dan terdapat stupa pada bagian candi. Tentunya tidak semua bangunan candi di Indonesia merupakan hasil dari percampuran dua kebudayaan tersebut. Salah satu contoh candi hasil dari Akulturasi kebudayaan India dan Nusantara/Indonesia asli yakni Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah.

Baca Juga : Sejarah dan Asal Usul Candi Borobudur

Seni rupa dan seni ukur merupakan contoh ke tiga dari akulturasi kebudayaan nusantara dan hindu budha. Pengaruh akulturasi dalam bidang seni Rupa dan Seni ukir dapat kita lihat pada beberapa relief-relief candi hasil dari akulturasi kedua kebudayaan ini. Contoh relief pada bagian dinding Candi Borobudur yang merupakan pahatan dari riwayat hidup Sang Buddha, disekitar relief tersebut terdapat relief burung merpati dan rumah panggung yang merupakan khas dari unsur kebudayaan Indonesia. Selain itu terdapat relief kala makara yang bermotif tumbuh-tumbuhan dan binatang.

Akulturasi kebudayaan nusantara dan hindu budha juga terjadi dalam sistem kepercayaan masyarakat. Sebelum masuknya pengaruh Hindu Budha adalah menyembah roh nenek moyang atau bisa disebut animisme, kemudian setelah masuknya pengaruh kebudayaan India (khususnya dalam bidang kepercayaan), kepercayaan yang sudah dianut (animisme) tidak hilang. Hal ini dapat dilihat dari fungsi candi di Indonesia.

Di India, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sementara itu, di Indonesia selain sebagai tempat pemujaan, digunakan juga sebagai tempat pemakaman raja-raja (menyimpan abu) yang berkuasa pada saat itu. Dari analisis diatas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat perpaduan antara fungsi candi di India dengan tradisi pemujaan roh nenek moyang dan pemakaman di Indonesia.

Sebelum datangnya orang-orang India, di Kepulauan Indonesia sudah mengenal sistem Pemerintahan. Sistem pemerintahan bersifat sederhana, rakyat mengangkat pemimpin yang nantinya bernama kepala suku. Kriteria seorang pemimpin meliputi : Orang yang sudah senior (tua), memiliki kesaktian, bisa membimbing, memiliki ekonomi yang lebih, berwibawa dan arif. Kemudian setelah pengaruh India masuk, sistem kepercayaan yang sudah dianut tidak dihilangkan begitu saja.

Pemimpin-pemimpin yang sudah ada kemudian diangkat menjadi raja dan wilayah kekuasaannya disebut kerajaan. Bukti akulturasi kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha dalam bidang pemerintahan dapat kita lihat dari syarat menjadi raja, yakni harus memiliki kesaktian dan berwibawa seperti masa sebelum Hindu Budha. Raja yang memiliki kesaktian dianggap dekat dengan dewa, kemudian raja disembah dan sesudah meninggal rohnya dipuja. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa akulturasi kebudayaan hindu budha juga terjadi pada sistem pemerintahan.

Contoh arsitektur dalam bidang Arsitektur yakni bangunan keagamaan berupa candi-candi yang sangat terkenal pada masa Hindu Budha. Banyak sekali Candi peninggalan yang sangat indah dan menarik Contohnya sebagai berikut : Candi Cetho, Candi Tikus, Candi Gedong Song, Candi Sewu, Candi Jatulanda dan masih banyak yang lainnya. Dalam blog ini juga terdapat berbagai artikel terkait dengan candi-candi peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia, bagi yang tertarik bisa telusuri isi blog lebih lanjut.

Akulturasi pada seni pertunjukan muncul dalam pertunjukan seni wayang. Seni wayang memiliki beberapa jenis meliputi wayang kulit, orang dan wayang golek. Pertunjukan ini dikenal oleh orang-orang Indonesia sejak zaman prasejarah. Saat ini, pertunjukan wayang sering dikaitkan dengan magis religius yakni sebagai pemujaan terhadap nenek moyang yang diwujudkan dari bayangan dari wayang. Selain itu, saat ini lakon pewayangan lebih banyak bercerita mengenai petualangan dan kepahlawanan. Contohnya seperti "murwakala dan dewi sri'.

Baca Artikel Terkait Sejarah Pra Aksara :
Demikian pembahasan mengenai Contoh Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Buddha secara singkat dan jelas. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Jangan lupa baca artikel menarik lainnya, Sekian, terimakasih.

Share ke teman kamu:

Tags : Pra Aksara

Related : 7 Contoh Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Buddha

Masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Tetapi pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ini masih dapat dirasakan hingga sekarang ini oleh masyarakat. Salah satunya adanya perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari kesukuan menjadi monarki dengan hierarki (tingkatan).

Perubahan sistem pemerintahan semasa Hindu-Budha paling jelas tampak pada model kepemimpinan dan struktur pemerintahan. Sebelum masuknya agama Hindu-Budha ke nusantara, masyarakat Indonesia belum mengenal sistem pemerintah. Semula pemimpinnya adalah kepala suku, setelah Hindu-Budha pemimpinnnya adalah raja.

Saat itu, sistem pemerintahan di Indonesia yang tadinya bercorak kesukuan dan kerakyatan menjadi monarki dengan hierarki (tingkatan) yang jelas. Kepemimpinan kepala suku yang bersifat Primus Inter Pares (yang dituakan) berubah signifikan menjadi kepemimpinan Monarki Absolut (titah raja adalah segalanya).

Dasar legitimasi kepala suku adalah kompetensi, pengalaman, dan kewibawaan. Sedangkan dasar legitimasi raja adalah kehendak ilahi karena raja adalah titisan dewa. Disamping itu, Kepala suku dipilih secara bergilir di antara para ketua adat, sedangkah raja dipilih berdasarkan faktor keturunan dari dinasti yang berkuasa.

Selain itu, kedudukan Kepala suku dikukuhkan oleh musyawarah warga, sedangkan kedudukan raja dikukuhkan oleh brahmana (kasta tertinggi dalam masyarakat hindu). Adapun, struktur pemerintahan monarki menempatkan raja sebagai penguasa tertinggi dan mutlak. Struktur ini berlaku umum di semua kerajaan Hindu-Budha yang pernah muncul di Indonesia, mulai dari Kutai sampai Majapahit.

(Baca juga: Teori Masuknya Pengaruh Hindu Budha di Indonesia)

Oleh karena itu, informasi dalam prasasi selalu berfokus pada tindakan raja. Akibatnya, kejayaan dan kejatuhan suatu kerajaan sama sekali bergantung pada mampu tidaknya seorang raja memimpin dan mengelola pemerintahan.

Struktur pemerintahan mengalami penyesuaian dari satu kerajaan ke kerajaan lain, tergantung urgensi masalah yang ditangani dan luasnya wilayah yang harus dikendalikan. Semasa kerajaan Majapahit terdapat dewan penasihat yang disebut Bhatara Sapraprabu, kemudian jabatan Mapatih Amangkubhumi sebagai pelaksana pemerintahan tertinggi yang bertanggung jawab langsung kepada raja.

Perbedaan Sistem Pemerintahan

Terdapat perbedaan sistem pemerintahan antara kerajaan Hindu-Budha yang berlokasi di Jawa Timur, Jawa Tengah bagian utara, dan Jawa Tengah Bagian Selatan. Perbedaan itu dapat diidentifikasi dengan melihat denah bangunan candi di dalam sebuah kompleks.

Sistem pemerintahan kerajaan di Jawa Timur merupakan sistem federal. Tiap kerajaan yang berada di wilayah kekuasaannya masih memiliki otoritas penuh. Kondisi itu ditunjukan oleh denah bangunan candi, dimana candi induk sebagai simbol pemerintah pusat terletak belakang candi-candi perwara yang lebih kecil.

Sistem pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah bagian selatan merupakan sistem feudal yang sentralis. Otoritas pemerintahan sepenuhnya berada di pusat, yakni raja. Kondisi itu terlihat dari denah bangunan candi, dimana candi induk ditempatkan di bagian tengah dan dikelilingi candi-candi perwara.

Sistem pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah bagian utara merupakan sistem feudal yang desentralisasi. Pemerintah pusat mengatur kerajaan-kerajaan kecil yang sederajat dengan otonomi tertentu. Kondisi tercermin dari daerah bangunan candi; lokasi candi menyebar dalam komplek percandian.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA