Apakah orang yang sudah tua boleh tidak sholat?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pak kiai yang saya hormati, saya punya seorang paman yang tinggal sendirian karena memang dia tidak punya anak. Paman saya usianya sekitar 74 th, dan mengalami kebutaan, sehingga kalau kemana-mana harus ada yang menjaganya, terutama kalau pergi ke mushalla yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari rumahnya.<>

Kalau pas saya di rumah saya yang sering mengantarnya sekalian saya ikut berjamaah di mushalla, namun kalau sedang ke luar kota maka istri saya yang mengantarkannya. Yang menjadi persoalan adalah kalau hari Jumat, kalau pas saya dan istri tidak di rumah, tetangga juga kadang tidak ada, paman saya yang sudah tua pergi ke masjid sendirian dan jalannya kadang tertatih-tatih, untuk menunaikan shalat Jumat. Mengingat keadaannya paman saya yang sudah tua dan mengalami kebutaan, dan jarak jarak antara rumah dengan masjid lumayan jauh, apakah beliau masih berkewajiban mengikuti shalat Jumat di masjid atau tidak? Kami yang awam ini mohon penjelasannya. Dan atas penjelasannya, kami ucapkan terimkasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh (Nur Hadi/Batang)

Jawaban

Assalamu’alaikum wr. wb

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sebelum kami menjawab pertanyaan di atas, kami akan menjelaskan secara ringkas mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang melaksanakan shalat jumat. Setidaknya ada tujuh persyarat yang harus dipenuhi, yaitu Islam, merdeka, baligh, berakal, laki-laki, sehat, dan tidak dalam bepergian (al-istiyathan).

Ketujuh syarat itu harus terpenuhi. Karenanya, orang non-muslim, yang tidak berakal, dan musafir tidak terkena kewajiban shalat Jumat. Begitu juga budak, perempuan, anak kecil, dan orang yang sakit. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah saw berikut ini;

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى إِلاَّ أَرْبَعَةٍ عَبْدِ مَمْلُوكٍ ، أْوِ امْرَأَةٍ ، أَوْ صَبِىٍّ ، أَوْ مَرِيضٍ

“Shalat Jumat itu wajib bagi setiap muslim kecuali empat orang yaitu budak yang dimiliki, perempuan, anak kecil, dan orang sakit” (H.R. Abu Dawud)

Penulis ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud menjelaskan maksud orang sakit yang tidak wajib shalat Jumat dalam hadits ini. Menurutnya, orang sakit yang tidak berkewajiban shalat Jumat itu adalah ketika ia hadir untuk shalat malah menimbulkan masyaqqah bagi dirinya. Ini artinya tidak semua orang sakit tidak wajib shalat Jumat. Tetapi hanya orang-orang yang memang masuk kategori sakit berat. Sebab kalau ikut shalat Jumat malah menambah penderitaannya.

Selanjutnya beliau menjelaskan pandangan imam Abu Hanifah yang meng-ilhaq-kan atau menganalogikan orang yang sakit dengan orang buta meskipun ada yang menuntuntunya. Alasannya yang beliau kemukakan adalah bahwa kebutaaan itu juga menimbulkan masyaqqah. Sedikit berbeda dengan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i berpendapat jika orang buta ada yang menuntun atau mengarahkannya, maka ia bukan orang yang ber-‘udzur. Karenanya, dalam konteks ini ia wajib shalat Jumat.

فِيهِ أَنَّ الْمَرِيضَ لَا تَجِبُ عَلَيْهِ الْجُمُعَةُ إِذَا كَانَ الْحُضُورِ يَجْلِبُ عَلَيْهِ مَشَقَّةً وَقَدْ أَلْحَقَ بِهِ الْإِمَامُ أَبُو حَنِيفَةَ اَلْأَعْمَى وَإِنْ وَجَدَ قَائِدًا لِمَا فِي ذَلِكَ مِنَ الْمَشَقَّةَ وَقَالَ الشَّافِعِيُّ إِنَّهُ غَيْرُ مَعْذُورٍ عَنِ الْحُضُورِ إِنْ وَجَدَ قَائِدًا

“Dalam hadits ini menjelaskan bahwa orang yang sakit tidak wajib atasnya shalat Jumat apabila kehadirannya dapat menimbulkan masyaqqah. Imam Abu Hanifah menyamakan orang buta dengan orang sakit meskipun ia mendapati orang yang menuntunnya, karena adanya masyaqqah. Sedang imam Syafii berpendapat bahwa orang buta bukanlah orang yang udzur dari mengikuti shalat Jumat jika ada yang menuntunnya” (Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1415 H, juz, 3, h. 278)

Nah dari sini dapat disimpulan bahwa menurut Imam Abu Hanifah orang buta tidak wajib mengikuti shalat Jumat meskipun ada yang menuntun atau mengarahkannya. Sebab, kebutaan itu sendiri merupakan masyaqqah. Sedang menurut imam Syafi’i jika ada yang menuntunnya, ia tetap wajib shalat Jumat. Dua pendapat ini dalam pandangan kami sebenarnya sama-sama tidak mewajibkan shalat Jumat bagi orang buta, hanya saja imam Syafii memberikan batasan apabila ada yang menuntun atau yang mengarahkan, maka tetap wajib shalat Jumat atasnya.

Penjelasan ini jika ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka kami lebih cenderung memilih pendapat yang menyatakan orang yang sudah tua renta apalagi buta tidak wajib mengikuti shalat Jumat. Sebab, kebutaan dalam hal ini juga merupakan problem yang menimbulkan masyaqqah tersendiri.

Dengan kata lain, kewajiban shalat Jumat paman Anda telah gugur. Sedang kewajiban shalat Dhuhurnya tidak gugur karena itu merupakan kewajibannya sebagai hamba Allah swt sepanjang hidup. 

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Dan jangan sampai kita melalaikan shalat lima waktu, karena merupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah swt. Semoga bisa dipahami, dan kami selalu terbuka dengan saran dan kritik dari pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu’alaikum wr. wb

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)

Apakah orang tua boleh tidak sholat?

Termasuk salah satu syaratnya yaitu kesempurnaan akal dan juga harus dilaksanakan dalam keadaan sadar. Sehingga bagi orang yang sudah tua dan pikun, maka dia tidaklah dibebani atau terbebani oleh kewajiban yang ada, termasuk salah satunya yaitu shalat.

Apakah orang yang sudah tua wajib shalat?

Seseorang yang sudah pikun tidak terbebani kewajiban yang ada dalam agama Islam termasuk salat.

Siapa saja orang yg tidak wajib shalat?

Golongan yang Tidak Wajib Ibadah Shalat.
Bukan Beragama Islam. Syarat wajib melaksanakan shalat yang pertama adalah beragama Islam. ... .
Tidak Berakal Sehat. ... .
Belum Memasuki Usia Dewasa (Baligh) ... .
Haid atau Nifas. ... .
Belum Menerima Syiar Islam..

Apakah orang pikun wajib qodho sholat?

Ketika pikun datang setelah masuk waktu shalat yang cukup untuk mengerjakan shalat seringan mungkin, tapi belum mengerjakannya, maka ia wajib mengqadha' shalat yang ditinggalkan, ketika nanti sudah ingat.