Apakah ky dapat merekomendasikan agar hakim diberikan penghargaan

Konsep penghargaan untuk hakim sudah disusun KY. Namun niat baik lembaga penjaga martabat hakim itu tampaknya sulit diterima MA.

Amanat yang dimaksud Mustafa termaktub dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Pasal 24 UU itu menyatakan KY dapat menusulkan penghargaan kepada kepada MA atau Mahkamah Konstitusi untuk memberi penghargaan pada hakim atas prestasi dan jasa mereka. Baru berbentuk konsep saja ditolak mentah-mentah, apalagi kalau sudah berbentuk rekomendasi.

Pasal 24 UU KY

(1)         Komisi Yudisial dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

(2)         Ketentuan mengenai kriteria pemberian penghargaan diatur oleh Komisi Yudisial.

Wakil ketua KY Tahir Saimima mengatakan, surat yang dikirim KY ke MA hampir sebulan lalu berisi ajakan untuk bekerja sama dalam program reward hakim berprestasi. Namun belum juga kedua lembaga itu sempat bertemu membahas lebih lanjut, Malah sekarang ini sudah  terjadi perseteruan di media massa, keluh Thahir.

Ditemui terpisah, Anggota Komisi III Patrialis Akbar mendukung program pemberian reward hakim oleh KY. Kalau ada penolakan, saya kira penolakan itu dari Pak Bagir saja, belum tentu hakim-hakim agung lainnya menolak. Lagipula KY kan ingin menjalankan kewenangan yang diatur di Undang-undang, kata Patrialis.

Terpisah, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Saldi Isra menganggap pernyataan  Bagir sangat aneh. Saya belum pernah dengar teori tata negara manapun kalau seorang hakim itu hanya boleh dikasih penghargaan oleh presiden, tandasnya. Logikanya kan ada punishment maka juga ada reward. Selama ini KY kan mengirim rekomendasi ke MA untuk menjatuhkan sanksi, sekarang KY mengajak MA  merekomendasikan penghargaan, tambahnya.

Sementara Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Denny Indrayana menganggap alasan benturan kepentingan yang dikemukakan Bagir memang beralasan. Terlebih jika reward bisa diberikan oleh siapa saja, termasuk pihak yang berkepentingan dengan perkara. Pemberian reward, menurutnya bisa berpengaruh buruk terhadap asas imparsialitas dan independensi hakim. Lantaran reward, hakim-hakim bakal jadi gila popularitas atau malah condong memihak ke institusi pemberi reward.

Namun dengan keberadaan KY, lanjut Denny, Justru reward yang bisa menimbulkan  bisa kepentingan itu tidak mungkin lagi terjadi. Karena reward dari KY ini akan terlembagakan  dengan baik oleh KY sebagai lembaga tinggi negara yang independen. Kita tahu KY hanya ada satu kepentingan, menjaga dan menegakkan martabat lembaga peradilan, ujar Denny.

Konsepnya sudah matang

Dalam konsepnya, ada tiga aspek kriteria penilaian, yakni integritas moral, kemampuan teknis dan kapasitas intelektual. Dua jalan telah ditempuh KY,  yaitu dengan membangun jejaring untuk melakukan investigasi dan melakukan kajian putusan sebagai bahan tambahan database rekam jejak hakim.

Ditemui terpisah, Tenaga Ahli KY Asep Rachmat Fadjar mengatakan, konsep awal reward hakim yang dikirim ke MA itu sebenarnya sudah matang. Namun, untuk mewujudkan konsep garapan tim dari ICM itu masih butuh kerjasama MA. Terlebih soal jejak rekam hakim sebagai basis dasar pemberian reward. Lagipula, menurut UU KY kan sifatnya rekomendasi, jadi tetap harus ada kerjasama KY dan MA, tandasnya.

Asep mengatakan, KY selama ini sudah bersiap membangun database dengan memanfaatkan jejaring KY di daerah. Seluruhnya KY bekerja tanpa bantuan MA. Walhasil, hingga kini, ujar Asep, Sudah sekitar 600 hakim terekam. Dengan asumsi ada 6.000 keseluruhan hakim di Indonesia, berarti sudah 10 persen kita jalan.

Integritas Moral

Tak pernah melanggar kode etik hakim; tak pernah dipidana; telah melaporkan harta kekayaan (dari sumber usaha yang bersih); taat pajak;  tidak tersangkut korupsi; tidak tersangkut kasus NAPZA; harmonis di kehidupan keluarga, masyarakat dan kedinasan; masukan dari masyarakat;  tidak bias gender.

Kemampuan Teknis

Tepat waktu mengadili; disiplin waktu sidang; jumlah penghargaan lain yang diterima; putusan tertib hukum acara.

Kapasitas Intelektual

Konsistensi magnum opus; putusan berkualitas baik (mengutip referensi dengan baik, menjelaskan argumen putusan); intensitas kegiatan belajar mengajar; tulisan di media massa.

Dalam konsep itu yang diperoleh hukumonline, mekanisme pemberian reward memang sudah dirancang lengkap. Dipaparkan langkah metode pemberian penghargaan, antara lain melakukan short list data calon penerima reward, verifikasi data, menentukan periodisasi pemberian penghargaan dan menentukan bentuk penghargaan.

Namun konsep itu sepertinya tidak bisa lagi diterapkan karena awalnya konsep itu memerlukan kerjasama dengan MA untuk merealisasikannya, tutup Asep.

Barangkali Mahkamah Agung (MA) sudah terburu gerah dengan Komisi Yudisial (KY) dari sisi manapun. BAlih-alih mengkaji konsep penghargaan (reward) hakim besutan KY, Ketua MA Bagir Manan sudah uring-uringan. Saya tidak membenarkan hakim diberi penghargaan oleh siapapun,  ujarnya Jum'at pekan lalu.

Padahal, rencana pemberian penghargaan itu bukan kabar baru bagi MA. Akhir Juli lalu, KY sudah mengirim surat yang berisi konsep program itu kepada MA. Tapi agaknya Bagir baru mengetahuinya dari pemberitaan di media masa. Sepertinya, apapun surat yang dikirim KY kepada MA selalu alpa diterima ketuanya.

Sejatinya niatan KY tidak ada celanya. Seperti kata Ketua KY Busyro Muqoddas, program itu ditujukan untuk memberi harapan baru bagi masyarakat atas citra lembaga peradilan yang kadung terpuruk. Namun, apapun tujuan KY, Bagir menolaknya mentah-mentah. Hanya satu yang bisa memberi penghargaan pada hakim, Presiden sebagai kepala negara, tandasnya.

Bagir beralasan kode etik hakim tidak memperkenankan hakim menerima penghargaan atas pekerjaan yang dilakoni mereka. Kalau penghargaan akademis tidak apa-apa, tapi kalau penghargaan untuk pekerjaan yang memang harus mereka kerjakan, akan terjadi konflik kepentingan, ujar Bagir. Lagi-lagi, pimpinan MA itu menunjuk pada putusan Mahkamah Kontitusi (MK) dan menyebut kewenangan KY kini tinggal menyeleksi hakim semata.

Dihubungi lewat saluran telepon, Anggota KY Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung Mustafa Abdullah mengatakan, KY hingga saat ini juga baru menyodorkan konsep. Kalau mau menyinggung kewenangan, pemberian reward hakim tersebut menurutnya sudah selaras dengan prinsip menegakkan kehormatan dan martabat hakim. Kami hanya menjabarkan kewenangan yang diamanatkan Undang-undang, ujarnya.

Mengapa Komisi Yudisial tidak berwenang memberikan sanksi kepada hakim?

Hal ini disebabkan oleh karena diantaranya ada kelemahan dalam regulasi yaitu tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan hukuman administrasi sendiri terhadap hakim yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, juga Komisi Yudisial tidak mempunyai kewenangan penyidikan terhadap para hakim yang ...

Apakah Komisi Yudisial dapat mengawasi perilaku hakim?

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, KY mempunyai tugas melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim; menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku ...

Mengapa KY tidak mengawasi hakim MK?

JAKARTA, HUMAS MKRI – Pengawasan terhadap hakim konstitusi yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dinilai Mahkamah bertentangan dengan UUD 1945 karena kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan menjadi tidak dapat mewujudkan sifat independensi dan imparsialitasnya.

Apa tugas dan wewenang dari Komisi Yudisial?

Wewenang Komisi Yudisial adalah: Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).