Apakah energi yang digunakan pembangkit listrik tenaga bayu?

Pengembangan energi terbarukan dapat dijadikan unggulan untuk mendampingi atau mensubstitusi pengggunaan bahan bakar minyak.Kincir bayu merupakan sebuah alat yang digunakan dalam Sistem Konversi Energi bayu. Kincir bayu berfungsi merubah energi kinetik angin menjadi energi mekanik berupa putaran poros. Sebuah turbin bayu umumnya terdiri dari 5 komponen utama yaitu sudu, generator, ekor dan orientasi, menara, dan sistem pengisian. Komponen yang berfungsi sebagai pengendali turbin yaitu tail/ekor yang fungsinya mengarahkan muka turbin pada kecepatan angin normal. Proyek akhir ini meliputi proses perancangan dan pengujian sistem tail Untuk proses perancangan terdapat beberapa tahap yaitu perancangan bentuk vane, lengan dan dudukan dari sistem tail kemudian dilakukan pembuatan setelah jadi sistem tail di rakit menjadi satu rangkaian. Pengujian sitem tail dilakukakan di Pantai Pancer Puger, Kab jember. Proses pengujian ini berhasil di buktikan dari putaran kincir angin mampu berputar pada kecepatan angin rendah yaitu 2,2 m/s dan mampu menghidari kecepatan angin yang berlebih yaitu 6,8 m/s. Kemudian pembangkit listrik tenaga bayu ini dapat menghasilkan daya listrik sekitar 300 watt.

31 Mar 2020, 13:03 WIB - Oleh: Yanita Petriella

ANTARA/Abriawan Abhe Presiden Joko Widodo mengamati turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).

Bisnis.com, JAKARTA - Kampanye penggunaan energi bersih tengah marak dilakukan di sejumlah negara. Salah satu energi bersih yang digunakan yakni berasal dari tenaga angin yang menggubahnya menjadi energi dari gerakan kincir.

Dalam laporan Wood Mackenzie, penambahan kapasitas tenaga angin global diperkirakan mencapai rerata tahunan 77 Gigawatt dari 2020 hingga 2029. Adapun kapasitas listrik tenaga angin global dari akhir tahun lalu hingga nanti akhir 2029 akan bertumbuh 112 persen.  

Baca Juga : November 2019, Produksi Listrik PLTB Sidrap Turun

Sepanjang tahun lalu, penambahan kapasitas angin  62 GW ditambahkan secara global, meningkat  23 persen dari tahun 2018. Angka penambahan kapasitas 62 GW di 2019 ini merupakan kapasitas tertinggi kedua setelah 2015 yang sebesar 63 GW.

Direktur Riset Wood Mackenzie Luke Lewandowski mengatakan meningkatnya penggunaan energi listrik dari tenaga angin ini disebabkan oleh kebijakan di China dan Amerika Serikat sebagian besar yang mendorong penambahan kapasitas energi bersih sebesar 11,5 GW pada 2019.

Selain AS dan China, Argentina juga menambah kapasitas energi listrik dari tenaga angin sebesar 676 Mega Watt (MW) di tahun lalu. Hal itu juga sama dilakukan oleh Meksiko, Swedia, dan Spanyol dimana ada penambahan energi angin di tahun lalu sebesar 883 MW, Swedia sebesar 720 MW, dan Spanyol sebesar 1,9 GW.

Namun demikian, kondisi saat ini tahun 2020 akibat merebaknya pandemi virus corona ini akan berdampak pada naiknya penggunaan energi bersih. Terlebih diharapkan ada penambahan 150 GW penggunaan energi angin untuk listrik dari tahun 2020 hingga ke tahun 2021.

Dampak dari virus Corona ini diperkirakan akan memperburuk siklus pembangunan dua tahun 27,5 GW yang sudah penuh tekanan di Amerika Serikat.

“Ketika kredit pajak produksi memudar, penambahan kapasitas tahunan AS akan semakin tergantung pada kepemimpinan negara. Kami berharap ini menghasilkan 23,3 GW selama periode 10 tahun," ujarnya seperti yang dikutip dalam laporan tersebut.

Di Amerika Latin penambahan energi dari tenaga angin rerata setiap tahunnya mencapai 4 GW. Di benua Eropa, kepatuhan dengan target energi dan iklim Uni Eropa untuk tahun 2030 akan mendorong penambahan 225 GW.

Kendala lahan menjadi salah satu permasalahan pembangunan tenaga angin di Eropa dimana beberapa negara akan membangun di lepas pantai Eropa. Adapun akan ada penambahan tenaga angin sebesar 32 persen di Eropa Barat dan 43 persen tambahan di Eropa Utara dalam sembilan tahun ke depan.

Untuk di Timur Tengah dan Afrika, pertumbuhan tahunan tenaga angin yang stabil di Timur Tengah dan Afrika akan menghasilkan penambahan 23 persen dalam 10 tahun mendatang. Hampir 60 persen dari perkiraan 48 GW untuk sub-wilayah terkonsentrasi di Mesir, Arab Saudi dan Afrika Selatan.

Untuk di China, kendala dan keterlambatan rantai pasokan yang disebabkan oleh virus corona akan membatasi potensi pertumbuhan jangka pendek. Kendati demikian, para pengembang di China masih akan berhasil menghubungkan 26 GW tenaga angin ke jaringan pada 2020.

Negara-negara Asia lainnya akan menambah kapasitas listrik dari tenaga angin sebesar 107 GW dalam 9 tahun mendatang.

“Penambahan di India akan mencapai 51 persen dari kapasitas baru. Permintaan lepas pantai di seluruh sub-wilayah akan menambah 18 GW  atau sekitar 35 persen dari kapasitas baru dalam 9 tahun mendatang," tutur Lewandowski.

Indonesia Masih Tertinggal

Di Indonesia sendiri juga memiliki energi listrik dari tenaga angin. Namun jumlahnya masih sangat kecil bila dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Harris menuturkan hingga saat ini belum ada Pembangkit ListrikTenaga Bayu atau angin (PLTB) yang baru maupun yang akan commersial on date (COD) dalam waktu dekat.

"Belum ada yang baru, masih 147 MW," katanya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Senin (30/3).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan potensi Indonesia tenaga angin sekitar 60 GW hingga 100 GW untuk ketinggian di atas 80 meter.

Saat ini yang PLTB skala besar terpasang sekitar 135 MW, di Sidrap 75 MW dan Janeponto Tolo 1 sebesar 60 MW.

"Ada beberapa potensi proyek di Pulau Jawa yaitu Sukabumi, Banten, dan Bantul. Kalau lihat potensi Indonesia dan capital cost PLTB yang semakin turun, seharusnya kita bisa memanfaatkan potensi angin," ucapnya.

Menurutnya, paling tidak di Indonesia bisa dikembangkan 300 MW per tahun sampai dengan 2030 mendatang. Peningkatan investasi listrik tenaga angin ini semuanya tergantung pada harga pembelian listrik oleh PLN dan akses kepada jaringan.

PLTB angin ini tidak tersedia di semua tempat tetapi di daerah-daerah tertentu. Untuk bisa memanfaatkan potensinya, maka pengembang harus mampu membawa turbin ke wilayah itu.

"Dalam kasus Sidrap pengembang mengeluarkan biaya utk memperkuat jaringan logistik dan infrastrukturnya (jalan, jembatan, dermaga pelabuhan) sehingga biaya proyek untuk unit proyek pertama biasanya mahal. Risiko juga relatif tinggi. Jadi harga yang memberikan pengembalian investasi yg manarik sangat penting bagi proyek PLTB saat in," terang Fabby.

Kalau ingin cepat pemerintah lakukan pengukuran angin di atas 60 meter di lokasi-lokasi yang potensial. Data-data ini menjadi dasar untuk pemerintah atau PLN melelang proyek-proyek angin.

"Ini bisa memangkas biasa project development," katanya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Topik 1:

Section 1

  • Tenaga Angin

  • Energi Angin

  • Pembangkit Listrik Tenaga Bayu

  • Turbin Angin Sumbu Horisontal

  • Wind Farm

  • Offshore Wind Farm

  • Small Wind & Microgrid

  • Motivasi Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Dalam dunia energi terbarukan, terdapat dua teknologi yang pesat dalam  perkembangan riset dan implementasinya yaitu turbin angin dan panel surya. Pada 2017, pertumbuhan instalasi turbin angin mencapai 36%, panel surya sekitar 27%, tenaga air 22% dan bioenergi sekitar 12%. Total kapasitas terpasang panel surya mendekati 400 GW dan turbin angin mencapai 510 GW diseluruh dunia, dan diperkirakan lima tahun kedepan angka pertumbuhan kapasitas energi terbarukan global untuk panel surya dan turbin angin akan menyentuh angka 80%. Ini menunjukkan bahwa energi terbarukan akan menjadi kunci dalam pertumbuhan ekonomi dunia.

Peresmian PLTB 75 MW di Sidrap awal juli lalu oleh Presiden Jokowi merupakan bukti positif bahwa pemerintah mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan teknologi energi terbarukan di Indonesia. Momentum hadirnya wind farm komersial pertama di Indonesia dan yang terbesar di Asia Tenggara akan menjadi sebuah pertaruhan, apakah sistem ini akan menjadi model bangkitnya pengembangan energi terbarukan di Indonesia atau hanya kembali menjadi sebuah simbol euforia sesaat?

Bercermin pada periode awal proyek energi terbarukan PLTB di Nusa Penida, PLTB yang memiliki sembilan unit turbin berkapasitas 735 kW yang dibangun sejak tahun 2007 tersebut sudah tidak lagi berfungsi sejak beberapa tahun lalu. Demikian juga dengan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Indonesia untuk Penerangan Jalan Umum (PJU) di Jakarta tahun 2012.

Jalan tol Cawang-Tomang-Cengkareng sepanjang 38 km merupakan ruas jalan tol pertama yang menggunakan tenaga surya untuk lampu penerangan jalan umum. Jumlah tiang lampu yang dipasang kurang lebih sekitar 1.500 titik, namun setelah 6 tahun berlalu, PLTS tersebut sudah tidak lagi beroperasi. Selanjutnya di tahun 2013, pembangunan PLTS terhubung jaringan listrik PLN (on-grid) pertama di Indonesia yang terletak di Karangasem, Bali berkapasitas 1 MWp yang diharapkan mampu memasok listrik ke jaringan PLN selama 20 tahun, tidak beroperasi dengan semestinya, ditandai dengan rendahnya energi listrik yang telah dihasilkan. Kini, sudah saatnya potret buram dan cerita suram dari rentetan pilot proyek energi terbarukan di tanah air diganti dengan prestasi-prestasi yang membanggakan.

Harus diakui bahwa “jam terbang”, pemahaman teknologi , dan khususnya kemauan serta kemampuan pengelolaan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Di Eropa dan Amerika, pembangunan industri teknologi energi terbarukan khususnya PLTB dan PLTS sudah berjalan sejak akhir abad ke-20.

Saat ini Mereka telah sampai pada tahap repowering, yaitu bagaimana memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan energi listrik yang lebih besar dengan aset yang sudah ada, atau membangun sistem energi terbarukan dengan jumlah pembangkit lebih sedikit, namun dapat menghasilkan energi listrik yang lebih besar. Hal ini menjadi penting dan strategis mengingat pembangkit energi terbarukan di negara-negara tersebut banyak yang telah mencapai usia lebih dari 20-30 tahun, sesuai dengan umur PLTB dan PLTS secara umum. Tujuan repowering tidak hanya untuk memperbaiki (repairing), memulihkan (restoring) atau merenovasi (renovating) saja, tetapi terfokus untuk meningkatkan life-cycle performance dari sistem, mengurangi risiko dalam aspek teknis dan biaya, sambil meningkatkan keuntungan selama pembangkit beroperasi.

Dua realita ini memperlihatkan adanya gap yang besar antara negara-negara yang baru memulai dengan negara-negara sudah memasuki tahapan repowering di bidang energi terbarukan. Diperlukan upaya taktis yang cepat oleh para stakeholder terkait seperti kementerian, perguruan tinggi, industri, pebisnis dan NGO untuk mengambil pelajaran / lessons learned dari pengalaman-pengalaman sulit yang terjadi di semua aspek teknis, finansial dan kebijakan.

Harapannya adalah, pertama, tidak mengulangi kesalahan yang telah dialami oleh negara-negara maju sehingga tidak ada lagi proyek-proyek mangkrak yang menyebabkan masyarakat menjadi skeptis. Kedua, terjalinnya sinergi antar institusi dalam pembangunan dan pengelolaan energi terbarukan. Ini tugas dan tanggung-jawab bersama bukan ajang adu kuasa,padahal semua masih pada taraf pemula. Dan ketiga, kita mampu menghadirkan gagasan baru yang inovatif hingga energi terbarukan ini dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh rakyat.

oleh:

Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan adalah Direktur Pusat Riset Energi Terbarukan wilayah Tropis (TREC) Fakultas Teknik Universitas Indonesia

di Hijauku

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA