Apa yang dimaksud dengan agency theory jelaskan kenapa teori ini muncul?

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham atau pemilik serta manajemen atau manajer. Menurut teori ini, hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Teori agensi menurut Jensen dan Smith (1984), merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principal dan agent. Pihak principal adalah pihak yang memberikan kewenangan kepada agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. 

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi merupakan teori yang mendasari hubungan antara principal dan agent dengan asusmsi bahwa setiap individu termotivasi oleh kepentingannya masing-masing, sehingga dapat menimbulkan konflik antara principal dan agent. Menurut Brigham dan Gapenski (1996), dalam hubungan keagenan selalu ada konflik kepentingan antara :

  1. manajer dan pemilik perusahaan,
  2. manajer dan bawahannya,
  3. pemilik perusahaan dan kreditur.

Teori agensi menjelaskan latar belakang terjadinya manajemen laba di perusahaan. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal). Di antara principal dan agent, investor lebih menginginkan laporan dari pihak agent karena agent yang mengelola manajemen perusahaan sehingga lebih mengetahui mengenai kondisi sesungguhnya perusahaan, sedangkan principal hanya sebagai pemilik perusahaan yang menerima laporan dari pihak manajemen. Ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent mengenai kondisi perusahaan disebut asimetri informasi.

Asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agent menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Yaitu agent, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Hal tersebut mendorong agent untuk melakukan penyimpangan dalam penyajikan informasi kepada pemilik perusahaan agar agent dinilai berkinerja baik dan mendapat bonus untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Penyimpangan yang dapat terjadi adalah manajemen mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang sering disebut manajemen laba (Herawaty, 2008).

Salah satu cara yang paling efisien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda (Boediono, 2005). Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2007). Corporate governance tersebut dapat berupa kepemilikan institusi, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kualitas audit agenan (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006).

Contoh teori agensi dalam kehidupan sehari hari: seorang pengusaha counter handphone yang tidak bisa mengelola dan menjaga counter handphone yang dimiliki karena kesibukannya. Pemilik counter handphone (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola counter handphonenya. Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik counter handphone. Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola counter handphone. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik counter handphonenya. Atau bosnya.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

 Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:

  1. mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
  2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil.

Page 2

Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham atau pemilik serta manajemen atau manajer. Menurut teori ini, hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Teori agensi menurut Jensen dan Smith (1984), merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principal dan agent. Pihak principal adalah pihak yang memberikan kewenangan kepada agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. 

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi merupakan teori yang mendasari hubungan antara principal dan agent dengan asusmsi bahwa setiap individu termotivasi oleh kepentingannya masing-masing, sehingga dapat menimbulkan konflik antara principal dan agent. Menurut Brigham dan Gapenski (1996), dalam hubungan keagenan selalu ada konflik kepentingan antara :

  1. manajer dan pemilik perusahaan,
  2. manajer dan bawahannya,
  3. pemilik perusahaan dan kreditur.

Teori agensi menjelaskan latar belakang terjadinya manajemen laba di perusahaan. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal). Di antara principal dan agent, investor lebih menginginkan laporan dari pihak agent karena agent yang mengelola manajemen perusahaan sehingga lebih mengetahui mengenai kondisi sesungguhnya perusahaan, sedangkan principal hanya sebagai pemilik perusahaan yang menerima laporan dari pihak manajemen. Ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent mengenai kondisi perusahaan disebut asimetri informasi.

Asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agent menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Yaitu agent, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Hal tersebut mendorong agent untuk melakukan penyimpangan dalam penyajikan informasi kepada pemilik perusahaan agar agent dinilai berkinerja baik dan mendapat bonus untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Penyimpangan yang dapat terjadi adalah manajemen mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang sering disebut manajemen laba (Herawaty, 2008).

Salah satu cara yang paling efisien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda (Boediono, 2005). Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2007). Corporate governance tersebut dapat berupa kepemilikan institusi, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kualitas audit agenan (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006).

Contoh teori agensi dalam kehidupan sehari hari: seorang pengusaha counter handphone yang tidak bisa mengelola dan menjaga counter handphone yang dimiliki karena kesibukannya. Pemilik counter handphone (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola counter handphonenya. Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik counter handphone. Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola counter handphone. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik counter handphonenya. Atau bosnya.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

 Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:

  1. mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
  2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil.


Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

Page 3

Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham atau pemilik serta manajemen atau manajer. Menurut teori ini, hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Teori agensi menurut Jensen dan Smith (1984), merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principal dan agent. Pihak principal adalah pihak yang memberikan kewenangan kepada agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. 

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi merupakan teori yang mendasari hubungan antara principal dan agent dengan asusmsi bahwa setiap individu termotivasi oleh kepentingannya masing-masing, sehingga dapat menimbulkan konflik antara principal dan agent. Menurut Brigham dan Gapenski (1996), dalam hubungan keagenan selalu ada konflik kepentingan antara :

  1. manajer dan pemilik perusahaan,
  2. manajer dan bawahannya,
  3. pemilik perusahaan dan kreditur.

Teori agensi menjelaskan latar belakang terjadinya manajemen laba di perusahaan. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal). Di antara principal dan agent, investor lebih menginginkan laporan dari pihak agent karena agent yang mengelola manajemen perusahaan sehingga lebih mengetahui mengenai kondisi sesungguhnya perusahaan, sedangkan principal hanya sebagai pemilik perusahaan yang menerima laporan dari pihak manajemen. Ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent mengenai kondisi perusahaan disebut asimetri informasi.

Asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agent menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Yaitu agent, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Hal tersebut mendorong agent untuk melakukan penyimpangan dalam penyajikan informasi kepada pemilik perusahaan agar agent dinilai berkinerja baik dan mendapat bonus untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Penyimpangan yang dapat terjadi adalah manajemen mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang sering disebut manajemen laba (Herawaty, 2008).

Salah satu cara yang paling efisien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda (Boediono, 2005). Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2007). Corporate governance tersebut dapat berupa kepemilikan institusi, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kualitas audit agenan (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006).

Contoh teori agensi dalam kehidupan sehari hari: seorang pengusaha counter handphone yang tidak bisa mengelola dan menjaga counter handphone yang dimiliki karena kesibukannya. Pemilik counter handphone (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola counter handphonenya. Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik counter handphone. Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola counter handphone. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik counter handphonenya. Atau bosnya.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

 Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:

  1. mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
  2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil.


Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

Page 4

Teori Agensi pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham atau pemilik serta manajemen atau manajer. Menurut teori ini, hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan.

Teori agensi menurut Jensen dan Smith (1984), merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principal dan agent. Pihak principal adalah pihak yang memberikan kewenangan kepada agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan. 

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi merupakan teori yang mendasari hubungan antara principal dan agent dengan asusmsi bahwa setiap individu termotivasi oleh kepentingannya masing-masing, sehingga dapat menimbulkan konflik antara principal dan agent. Menurut Brigham dan Gapenski (1996), dalam hubungan keagenan selalu ada konflik kepentingan antara :

  1. manajer dan pemilik perusahaan,
  2. manajer dan bawahannya,
  3. pemilik perusahaan dan kreditur.

Teori agensi menjelaskan latar belakang terjadinya manajemen laba di perusahaan. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) teori agensi menjelaskan mengenai sebuah kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal). Di antara principal dan agent, investor lebih menginginkan laporan dari pihak agent karena agent yang mengelola manajemen perusahaan sehingga lebih mengetahui mengenai kondisi sesungguhnya perusahaan, sedangkan principal hanya sebagai pemilik perusahaan yang menerima laporan dari pihak manajemen. Ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent mengenai kondisi perusahaan disebut asimetri informasi.

Asimetri informasi yang terjadi antara principal dan agent menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan diasumsikan oleh teori agensi bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Yaitu agent, secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Hal tersebut mendorong agent untuk melakukan penyimpangan dalam penyajikan informasi kepada pemilik perusahaan agar agent dinilai berkinerja baik dan mendapat bonus untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Penyimpangan yang dapat terjadi adalah manajemen mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang sering disebut manajemen laba (Herawaty, 2008).

Salah satu cara yang paling efisien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda (Boediono, 2005). Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2007). Corporate governance tersebut dapat berupa kepemilikan institusi, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kualitas audit agenan (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006).

Contoh teori agensi dalam kehidupan sehari hari: seorang pengusaha counter handphone yang tidak bisa mengelola dan menjaga counter handphone yang dimiliki karena kesibukannya. Pemilik counter handphone (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola counter handphonenya. Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik counter handphone. Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola counter handphone. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik counter handphonenya. Atau bosnya.

Tujuan dan Manfaat Teori Agensi

 Setidaknya terdapat 2 tujuan dan manfaat dari mekanisme teori agensi, antara lain:

  1. mengevaluasi hasil dari kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Apakah kontrak kerja sama telah berjalan dengan apa yang telah disepakati atau tidak.
  2. Meningkatkan kemampuan baik prinsipal ataupun agen dalam mengevaluasi kondisi dimana sebuah keputusan harus diambil.


Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA