Apa saja keuntungan yang didapat Belanda saat menjajah Indonesia

       Pendidikan zaman Penjajahan Belanda bisa dikatakan adalah salah satu pondasi berbagai sistem yang berlaku di Indonesia.  Dari sekian banyak sistem yang ditinggalkan Belanda di Indonesia, salah satu adalah pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan pendidikan bisa dikatakan salah satu poin penting dalam pembangunan negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Sistem pendidikan yang baik sedikit banyak akan dapat meningkatkan, apalagi jika dijalankan dengan semestinya.                                                                                            Perkembangan pendidikan di Indonesia menjadi lebih progresif ketika memasuki tahun 1900, yakni era Ratu Juliana berkuasa di kerajaan Belanda. Van Deventer yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda menerapkan politik etis (Etische Politiek) pada tahun 1899 dengan motto “de Eereschuld” (hutang kehormatan) Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.                                                                                                              Mereka yang hanya sekolah sampai di Volkschool atau Sekolah Rakyat juga cukup beruntung. Ketika Indonesia Merdeka di tahun 1945, seperti tercatat dalam buku Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme (2004), angka buta huruf masih 90 persen. Sekolah hanya bisa dinikmati 10 persen penduduk saja. Sedangkan lulusan HIS biasanya melanjutkan sekolah ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang setara SMP, lalu dari MULO yang masa belajar tiga tahun akan berlanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) atau setara SMA selama tiga tahun. Lulusan sekolah ELS boleh lanjut ke HBS, di mana masarakat menjalani sekolah menengah selama lima tahun, hanya butuh waktu 12 tahun sekolah dan Jika melalui HIS, MULO lalu AMS, butuh waktu 13 tahun.                                                    Setelah lulus SMA baik AMS maupun HBS, mereka boleh masuk universitas di Belanda atau melanjutkan ke sekolah tinggi kedokteran bernama School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) yang dikenal juga sebagai Sekolah Dokter Jawa di Kwitang yang kemudian berubah jadi Geeneskundig Hoge School di Salemba. Selain sekolah kedokteran, di Betawi ada sekolah hukum bernama Recht Hoge School. Kampus hukum dan kedokteran kolonial itu belakangan menjadi fakultas-fakultas dari Universitas Indonesia. Ada juga sekolah pertanian atau Landbouw School di Bogor yang belakangan jadi Institut Pertanian Bogor (IPB). Di bidang teknik ada Technik Hoge School di Bandung yang sekarang adalah Institut Teknologi Bandung (ITB).  Sedangkan dalam hal karier orang pribumi dihambat ketika masuk dunia kerja, baik di swasta maupun pemerintahan. Karena banyak pribumi yang masuk HIS atau ELS di usia lebih dari 7 tahun alias telat sekolah, maka kesempatan kerja lulusan SMA pribumi berkurang.

Daftar Pustaka

  • Wawan Darmawan  “Perserikatan Guru Hindia Belanda (PGHB) Sebagai Wadah Organisasi Guru Bumi Putera Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1911-1933” artikel departemen pendidikan sejarah UPI.
  • Darsiti Soeratman.”Politik Pendidikan Belanda dan Masyarakat Djawa Pada Akhir Abad 19,” makalah disampaikan pada Seminar Sejarah Nasional II. Yogyakarta, 1970.
  • Sartono Kartodirdjo. “Struktur Sosial dari Masyarakat Tradisional dan Kolonial”, Lembaran Sejarah, Universitas Gadjah Mada, 1969

Ketika Belanda menjajah Indonesia selama 3,5 abad lamanya.

Sosok.ID - Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka.

Hal itu terjadi setelah hampir 350 tahun dijajah Belanda dan 3,5 tahun kependudukan Jepang.

Sayangnya, setelah deklarasi kemerdekaan itu Belanda tampak tidak mau melepasakan Indonesia, bahkan melancarkan agresi untuk merebut kembali Indonesia.

Ternyata bagi Belanda melepaskan Indonesia bukanlah hal sepele karena hal besar ini bakal didapatkan Belanda jika masih menguasai Indonesia.

Baca Juga: Pernikahannya Sempat Gemparkan Indonesia Tahun 2017, Pasangan Selamet dan Nenek Rohaya Baru-baru Ini Mendadak Muncul di Situs Berita Vietnam, Apa yang Diberitakan?

Sayangnya, Belanda tidak lagi memiliki kekuatan untuk kembali ke Asia dengan kekuatan yang signifikan.

Menurut Exploring History Perang Dunia II telah menghancurkan negara mereka baik secara militer maupun fisik.

Belanda tidak memiliki apapun untuk mencoba menuntut klaim mereka untuk Indonesia.

Karena orang Indonesia telah mendeklarasikan kemerdekaannya, maka harus ada sebuah negara mencoba dan mempertahankan kendali Eropa atas nusantara.

Halaman Selanjutnya............

Ilustrasi keuntungan bangsa Indonesia saat pendudukan Jepang hingga bisa meraih kemerdekaan /

JURNAL SOREANG – Hampir tujuh puluh tahun lebih yang lalu Indonesia pernah mengalami penjajahan dari Jepang.

Jepang berhasil menguasai Indonesia saat itu, setelah mereka mampu mengusir pasukan Belanda.

Kemudian, Jepang pun menerapkan beberapa aturan kepada rakyat Indonesia yang sangat berbeda dengan zaman Belanda.

Baca Juga: Kerap Diidentikkan Dengan Makhluk Halus, Ternyata Lingsir Wengi Justru Punya Sejarah Baik. Ini Faktanya

Salah satu tindakan kejam Jepang adalah Romusha, bentuk kerja paksa yang mengharuskan rakyat Indonesia untuk bekerja demi kepentingan mereka.

>

Di samping itu, seperti dikutip Jurnal Soreang dari buku “Masa Pendudukan Jepang”, ada beberapa keuntungan Indonesia yang didapatkan dari Jepang.

Meski memang tak dipungkiri, penjajahan dari negara Matahari Terbit ini juga sangat merugikan.

Baca Juga: Sadis! Pembunuhan Pria Tunarunggu di Kemayoran, Polisi Sebut Korban Alami Luka di Bagian Leher dan Perut

Beberapa hal yang menguntungkan bangsa Indonesia saat diduduki Jepang tersebut, di antaranya:

Sumber: Buku Masa Pendudukan Jepang

Ilustrasi dampak positif penjajahan Belanda di Indonesia /pixabay/BRRT/

KABAR LUMAJANG - Sebelum merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami penjajahan oleh beberapa negara, salah satunya Belanda.

Meskipun baru-baru ini banyak fakta sejarah yang menyebutkan bahwa sesungguhnya Indonesia tidak dijajah Belanda selama 350 tahun, tapi fakta bahwa kolonialisme oleh Negeri Oranye itu membuat Indonesia sangat menderita.

Penderitaan ini muncul karena beberapa daerah di Indonesia yang berhasil dikuasai Belanda dan rakyat harus menjadi budak serta banyak yang meninggal akibat perlawanan.

Namun di balik penderitaan akibat penjajahan Belanda, ternyata ada beberapa hal positif yang diterima oleh Indonesia dari kebijakan-kebijakan yang pernah dibuat selama pendudukan Belanda.

Baca Juga: Bolehkah Niat Kurban untuk Akikah Anak? Begini Kata Buya Yahya

>

Dikutip KABAR LUMAJANG dari RINGTIMES BANYUWANGI dalam artikel "6 Hal yang Diberikan Belanda saat Menjajah Indonesia", berikut penjelasannya:

1. Pendidikan yang baik

Banyak tokoh perjuangan Indonesia seperti misalnya Ir. Soekarno mendapat pendidikan, terutama dasar hingga menengah dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda.

Pada masa penjajahan Belanda, penduduk pribumi yang berasal dari golongan bangsawan akan diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan.

Sumber: Ringtimes Banyuwangi

Liputan6.com, New York - Kolonialisme atau penjajahan seringkali mendapat penilaian buruk, namun tentunya bukan tanpa alasan.

Misalnya petualangan Raja Leopold dari Belgia di Kongo yang penuh kekejian. Demikian juga halnya dengan penguasa-penguasa yang memperbudak penduduk di wilayah jajahan dan memperdagangkan mereka. Atau negeri kita, Indonesia, yang harus membangun dari awal setelah lepas dari belenggu penjajahan selama ratusan tahun. 

Tapi itu belum kisah yang utuh. Dalam banyak hal yang tidak menjadi bahan pemberitaan, ada sejumlah hal baik yang dipetik dari penjajahan. 

Dikutip dari Listverse.com pada Selasa (6/12/2016), kolonialisme atau penjajahan dari sudut pandang lain ternyata membawa sejumlah hal yang mengejutkan. Apa saja?

Kebanyakan dari kita menganggap remeh demokrasi dan pemerintahan yang berfungsi, tapi kebanyakan dunia yang demokratis bukanlah yang datang dengan sendirinya.

Dalam sebagian besar sejarah manusia, "pemerintah" adalah diktator militer atau raja edan yang berhak menentukan tempat tinggal seseorang, pakaian yang dikenakan, dan bahkan saatnya seseorang harus meninggal dalam peperangan tanpa tujuan jelas.

Lalu mengapa banyak bagian dunia sekarang memegang demokrasi, walau terkadang hanya di mulut saja? Ternyata, itu termasuk bawaan kekuatan kolonial Eropa.

Ke manapun pihak Inggris pergi, mereka melembagakan pemerintahan yang serupa dengan pemerintahan mereka, yaitu adanya parlemen, birokrasi atau pelayanan sipil yang efisien, dan bahan dasar demokrasi.

Di lain pihak, Prancis memadukan wilayah taklukan dengan Prancis sendiri sehingga memajukan nilai-nilai Liberte, Egalite, Fraternite. Ketika dekolonisasi akhirnya terjadi, banyak kelembagaan demokratis ini yang kemudian menetap.

Bagi kekuatan-kekuatan kolonial, penyakit-penyakit tropis menjadi tantangan terus-menerus. Asia, Afrika, dan Amerika Selatan cocok sebagai tempat hidup aneka kuman yang juga berkecenderungan membunuh para penjajah.

Akibatnya adalah pengeluaran, waktu, dan kematian sia-sia, ditambah lagi dengan masalah yang timbul dalam upaya mengeruk kekayaan alam tanah jajahan. Mulailah diciptakan pengobatan modern untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Eropa pada Abad ke-19 menjadi yang terdepan dalam pengobatan modern. Bangsa Inggris menemukan sifat anti malaria pada kina, dan ini masih menjadi obat anti malaria paling efektif satu-satunya. Bangsa Prancis menjadi spesialis dalam pengobatan tropis karena adanya jajahan mereka di Afrika Utara.

Secara umum, kesehatan masyarakat mengalami kemajuan pesat karena teknik-teknik yang dipelajari dari kekacauan di wilayah koloni-koloni.

Bahkan, penduduk pribumi taklukkan juga mendapat manfaat, baik dalam bentuk rumah sakit maupun cara pengobatan baru yang dipelopori di Eropa. Bisa dikatakan, pengobatan modern merupakan produk sampingan imperialisme.

Sebenarnya, kolonialisme bukanlah sesuatu yang hadir hanya dalam dunia masa lalu. Di Afrika, China bisa dibilang melakukan kolonialisme besar-besaran Abad ke-21.

Menurut Dambisa Moyo, seorang ahli ekonomi Zambia, pertumbuhan pesat ekonomi yang dihasilkan adalah hal terbaik yang pernah terjadi di benua itu selama beberapa dekade terakhir.

Data yang dimilikinya menunjukkan bahwa kolonialisme baru telah menciptakan jutaan pekerjaan bagi bangsa Afrika dan mengangkat banyak di antara mereka dari jurang kemiskinan. Kemajuan dari investasi China telah memberi manfaat besar-besaran kepada kaum miskin Afrika dan China.

Tapi bukan berarti semua petualangan kolonial dapat memperbaiki kehidupan orang. Petualangan Spanyol di Dunia Baru diingat sebagai penyebab kehancuran ekonomi.

Tapi, hal itu menunjukan bahwa imperialisme bisa ditangani dengan baik sehingga memberi manfaat kepada banyak pihak, bukan hanya kepada segelintir orang.

Masih ingat kisah Menara Babel? Manusia sekuat-kuatnya mengupayakan kecerdikan rekayasa, sehingga Tuhan mengacaukan bahasa mereka dan menyebabkan mereka tidak dapat bekerjasama lagi.

Kolonialisme justru sebaliknya. Dari ratusan ribu bahasa asli, dihimpun hingga menjadi beberapa bahasa utama. Sekarang ini, bahasa Inggris dipakai di 106 negara, kebanyakan adalah bekas jajahannya.

Spanyol dipakai di 31 negara, bahasa Arab modern di 58 negara, dan bahasa Prancis di 53 negara. Secara bersama-sama, seluruh dunia setidaknya berbahasa Inggris, Spanyol, Arab, Prancis, Rusia, atau Mandarin—semua bahasa yang dikaitkan dengan bangsa-bangsa imperialis.

Manfaatnya besar sekali. Kemampuan berkomunikasi meruntuhkan penghalang pada perdagangan dan saling pengertian. Hal itu memungkinkan negara-negara yang sangat berbeda untuk mencapai titik temu. Memang bukan menjadi persayaratan, tapi hal demikian tentunya membantu mempersatukan orang-orang.

Siapa yang menyukai karya Picasso? Bagaimana dengan arsitektur Art Deco? Atau seni patung modern? Sebagian besar dari kita tentu pernah melihatnya.

Ternyata, ada andil penjajahan Prancis dan Inggris di Afrika. Tampilan seni suku-suku Afrika di Paris dan London di awal Abad ke-20 itulah yang menjadi inspirasi semua gerakan seni modern tersebut.

Seniman seperti Picasso dan Matisse mengamati harta karun dari Pantai Gading atau Benin, dan mendapat ilham daripadanya. Para arsitek penasaran dengan bentuk sederhana yang kuat pada reruntuhan kuil-kuil Afrika.

Perdagangan penjajahan lah yang membawa semua benda itu kepada publik sehingga memberikan inspirasi kepada semua orang, mulai dari perancang, seniman, hingga arsitek.

Bayangkan, tanpa seni Afrika, tidak akan ada Art Deco. Tampilan New York tentu berbeda. 

Dalam beberapa tahun belakangan, Afrika sedang mengalami peningkatan pesat infrastruktur. Rel kereta api membentang di dataran-dataran Nigeria, pegunungan Etiopia, dan sepanjang danau-danau di Uganda dan Kenya.

Proyek-proyek itu diharapkan membangkitkan ekonomi lokal dan mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan.

Rel kereta baru yang vital itu tidak mendadak muncul di sana. Mereka merupakan peninggalan infrastruktur kolonial yang akhirnya diperbaharui setelah beberapa dekade lamanya.

Ironis, karena pertumbuhan pesat ekonomi oleh rel kereta itu sebagian besar justru dikarenakan oleh para bekas pelaku penjajahan di Afrika. Di manapun imperium besar pergi, mereka meninggalkan infrastruktur handal.

Indi masih menggunakan infrastruktur di seluruh anak benua untuk mengangkut jutaan orang dan itu berasal dari zaman Raj. Jalanan-jalanan masa kolonial masih dipakai, bersama-sama dengan pelabuhan-pelabuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah, dan universitas-universitas.

Infrastruktur itu memang pada awalnya memberi manfaat bagi penjajahnya, tapi kemudian berganti hingga memberi manfaat bagi yang dijajah.

Kisah pendudukan Spanyol digambarkan sebagai salah satu banga Eropa haus darah yang membunuhi jutaan banga Aztec.

Benar, memang terjadi demikian, tapi ada sesuatu yang luput dari sejarah. Bangsa Aztec sendiri adalah penjajah yang sedang menguasai kawasan-kawasan sekitarnya ketika Cortez tiba di Amerika Selatan.

Banga Aztec dikenal brutal. Mereka memperbudak para tawanan hingga tewas dan melakukan upacara korban dengan mencabut jantung tawanan dalam keadaan hidup-hidup. Mereka juga memaksa para tawanan untuk melakukan kanibalisme, serta membunuhi anak-anak untuk menyenangkan Dewa Matahari.

Bangsa Spanyol juga sedemikian beringasnya, tapi kebanyakan disebabkan karena terjangkit oleh cacar dan mengincar emas orang lain. Dibandingkan dengan bangsa Aztec, itu belum seberapa.

Hal serupa itu terlihat juga pada masyarakat-masyarakat kolonial yang lain. Sebelum kedatangan bangsa Inggris, bangsa Mughal merangsek masuk India dan melumatkan Delhi sebanyak 8 kali dalam 8 abad, dan bahkan membangun piramida tengkorak dari jasad-jasad para korban mereka.

Bahkan, dalam keadaan paling brutal, tidak ada pembantaian yang menyamai pembunuhan dan perbudakan massal pada masa itu.

Banyak bagian dalam sejarah manusia yang tidak menyenangkan. Persaingan perebutan sumber daya memaksa suku-suku untuk terus menerus berada dalam keadaan perang selamanya.

Misalnya di Amerika Tengah. Beberapa kota suku Maya bisa saling bantai hanya karena sekali gagal panen. Steven Pinker mengidentifikasi bahwa penciptaan negara bangsa merupakan bagian integral dalam penghentian kekerasan itu.

Di beberapa tempat, kebangkitan negara-negara merupakan hasil dari peperangan keji dan saling sikut yang tidak berkesudahan. Di tempat-tempat lain, pembentukan negara bangsa merupakan hasil langsung dari penjajahan.

Mendadak, suku-suku yang tadinya bersaing saling berhimpun dan diminta menyatakan kesetiaan kepada Prancis, Inggris, Spanyol, dan bangsa kolonial lainnya.

Tentu saja hal itu menimbulkan ketidak puasan, tapi berhasil menghentikan siklus pembunuhan yang hampir terus menerus, dan kemudian membentuk identitas nasional baru yang masih ada sekarang, semisal bangsa India atau bangsa Ghana.

Tentu saja, dalam beberapa kasus semisal penjajahan Belgia di Kongo, tingkat pembunuhan meningkat tajam setelah usai penjajahan. Tapi, kisah secara umumnya adalah ditegakannya perdamaian yang tidak selalu dengan cara menyenangkan, tapi masih lebih baik daripada sama sekali tidak ada perdamaian.

Salah satu dampak janggal dari masa penjajahan adalah terciptanya wisata modern.

Sebelum Abad ke-19, pergi ke luar negeri hanya diperuntukkan bagi mereka yang kaya atau sangat penasaran secara ilmiah. Kalangan kelas menengah Inggris yang ingin bersenang-senang hanya bisa ke kedai minum-minum.

Kemudian bangkitlah Imperium Inggris yang membawa cerita-cerita petualangan di tempat-tempat jauh dengan nama-nama yang eksotis dan romantis seperti India, Mesir, Jamaika, dan Australia.

Melihat penasaran masyarakat akan tempat-tempat seperti itu, seorang pria bernama James Cook mulai menawarkan paket-paket wisata ke pelosok-pelosok wilayah jajahan. Dalam waktu singkat, lahirlah konsep wisata modern.

Menurut Journal of Tourism History, imperium memberikan kendaraan sempurna bagi pengembangan industri wisata global. Misalnya dengan penyebutan "surga di bawah sana"--Down Under --bagi pulau buangan para narapidana, Australia. Orang-orang seperti James Cook itulah yang telah mengubah cara pandang bangsa Eropa terhadap tanah yang jauh. 

Ketika para penguasa dan pemimpin mereka sedang berkelana di seluruh dunia, layak diingat bahwa masyarakat Eropa hidup dalam masa-masa sulit. Kelaparan massal merupakan hal yang lazim.

Prancis mengalami 40 kali kelaparan nasional antara tahun 1500-an hingga 1800-an. Jutaan orang meninggal dunia pada tiap dekade. Lalu, hadirlah penyelemat, yaitu Peru. Para penjajah Spanyol membawa bahan makanan ajaib dari negeri jajahan mereka.

Bahan pangan itu tahan banting, mudah dipelihara, kaya gizi, dan hampir selalu memberikan panenan. Itulah kentang. Pengenalan kentang ke Eropa telah menyelamatkan jutaan nyawa. Sekarang, panenan tidak gagal lagi dan angka kelaparan merosot tajam.

Populasi di ekonomi pedesaan seperti Irlandia bertambah pesat dan angka penyakit kekurangan gizi juga menurun.

Tanpa imperialisme Spanyol di Dunia Baru, makanan pengubah benua itu tidak akan pernah dikenal dan banyak orang sekarang yang mungkin tidak ada karena leluruhnya sudah punah secara dini.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA