Apa perbedaan antara kritik sastra dan resensi adalah?

Jakarta:  Di balik keindahan karya sastra, masih diperlukan sebuah kritik dan saran. Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan hal-hal yang dirasa kurang tepat.   Kritik itu sendiri dapat disampaikan dalam bentuk tulisan kritik sastra maupun esai. Meski sama-sama menyampaikan analisis, keduanya memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri. 

Lantas, seperti apa perbedaannya? Simak penjelasan berikut ini yang dikutip dari laman Ruangguru.

Kritik sastra merupakan analisis terhadap suatu karya sastra untuk mengamati atau menilai suatu karya secara objektif. Lebih luasnya, kritik sastra sebagai sebuah pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat, dan pertimbangan yang adil terhadap kualitas, nilai, serta kebenaran karya sastra.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

Sementara itu, esai adalah karangan singkat yang membahas sebuah masalah dari sudut pandang penulisnya. Masalah tersebut bersifat aktual dan bisa berasal dari berbagai bidang, seperti kesusastraan, kebudayaan, IPTEK, atau politik. 

Baca juga:  Jurusan Teknik Nuklir: Mata Kuliah dan Prospek Kerja yang Menjanjikan

 

Nantinya, kritik terhadap karya sastra dan esai dapat menjadi panduan bagi pembaca mengenai kualitas karya tersebut. Selain itu, kritik ini juga bisa menjadi masukan yang bersifat membangun bagi si penulis karya.

Walaupun sama-sama menuliskan analisis terhadap sebuah karya, kritik sastra dan esai memiliki sejumlah perbedaan. Berikut adalah penjelasannya yang dibedakan berdasarkan isi dan pandangan penulisnya.
  • Kritik: Objek kajiannya hanya berupa karya, seperti seni, sastra, dan film
  • Esai: Objek kajiannya meliputi karya dan fenomena
  • Kritik: Terdapat deskripsi berupa ringkasan atau sinopsis
  • Esai: Tidak ada sinopsi atau ringkasan karya
  • Kritik: Data yang disajikan bersifat objektif
  • Esai: Tidak selalu membutuhkan data
  • Kritik: Penilaian dilakukan secara objektif dengan didukung data, alasan logis, dan kajian teori yang sudah mapan
  • Esai: Penilaian dilakukan secara subjektif berdasarkan pendapat penulis esai dan hampir tidak pernah mencantumkan kajian teori
  • Kritik: Pembahasan terhadap karya secara utuh dan menyeluruh
  • Esai: Objek kajian tidak dibahas menyeluruh, hanya pada aspek yang dinilai menarik
Sama halnya dengan jenis teks lain, teks kritik sastra dan esai memiliki ciri khas tersendiri, yaitu: 

Kritik Sastra

  1. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya
  2. Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan) sebuah karya sastra
  3. Pertimbangan bersifat objektif
  4. Memaparkan kesan pribadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
  5. Memberikan alternatif perbaikan atau penyempurnaan
  6. Tidak berprasangka
  7. Tidak terpengaruh siapa penulisnya
Esai
  1. Berbentuk prosa
  2. Singkat, dapat dibaca dengan santai dalam waktu dua jam
  3. Memiliki gaya pembeda
  4. Selalu tidak utuh
  5. Memenuhi keutuhan penulisan
  6. Mempunyai nada pribadi atau bersifat personal
Selain itu, teks kritik dan esai juga dapat diidentifikasi dari kadiah kebahasaan yang digunakan. Umumnya, jenis teks ini menggunakan pernyataan persuasif, pernyataan fakta, pernyataan menilai, istilah teknis, dan kata kerja mental.  Pernyataan persuasif merupakan ulasan yang disampaikan penulis dengan memaparkan data atau kalimat yang logis. Pernyataan ini bertujuan untuk menggugah pemikiran pembaca supaya setuju dengan ide yang disampaikan penulis.  Pernyataan fakta merupakan interpretasi atau penafsiran dari sudut pandang tertentu yang disertai fakta-fakta pendukung. Pernyataan ini bertujuan untuk memperjelas pendapat penulis.  Pernyataan menilai adalah pernyataan yang bersifat menilai kekurangan dan kelebihan suatu karya. Nantinya, pernyataan ini bakal dijadikan bahan evaluasi bagi si empunya karya.  Istilah teknis ialah kosakata terkait bidang ilmu pengetahuan tertentu. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan sesuatu secara detail agar penulis dan pembaca memiliki pemahaman yang sama. 

Kata kerja mental merupakan kata kerja yang melibatkan perasaan atau respons terhadap suatu kejadian. Misalnya, kata mengingat, merasakan, dan memikirkan.

Ada tiga hal penting yang harus ada dalam struktur teks kritik dan esai, yaitu pernyataan pendapat, argumentasi, dan penegasan ulang atau reiterasi.  Pernyataan pendapat berisi tentang penjabaran mengenai pandangan penulis terhadap objek atau fenomena yang dibahas. Argumentasi menyampaikan alasan yang logis dan bersifat subjektif.  Adapun reiterasi merupakan ringkasan atau pengulangan kembali hal yang sudah disampaikan dan menjadi penegasan dari bagian argumentasi.  Itulah penjelasan mengenai kritik sastra dan esai. Hal-hal di atas sangat perlu diperhatikan ketika hendak menulis analisis supaya hasilnya tak berisifat bias. (Nurisma Rahmatika)  

(CEU)

Azalleaislin
http://muda.kompasiana.com/

Saya ingin berbagi sedikit yang tahu tentag resensi dan kritik sastra. Ini bulan bahasa dan saat tepat membahas karya sastra. Terlebih setelah Kompasiana hangat memperbincangkan kanal fiksi. Oh ya, apa itu resensi? Resensi, mudahnya, adalah ulasan mengenai sesuatu semisal film atau buku. Resensi sangat penting di mata saya sebab menjadi bahan pertimbangan tentang mutu sebuah karya. Semisal kalau ingin menonton film di bioskop atau membeli novel di toko buku saya bisa mencari ulasannya di majalah atau koran. Kadang meski tak mampu beli saya dapat mengetahui sekilas tentang sebuah buku atau film melalui penilaiannya di majalah atau koran.

Sementara kritik sastra menurut saya adalah penjelasan lebih lengkap terkait sebuah buku. Jika resensi lebih mengutamakan hal-hal positif atau kelebihan sebuah buku maka kritik sastra menjelaskan secara seimbang. setahu saya di Indonesia baru ada satu lomba kritik sastra skala nasional. Resensi buku atau novel juga belum umum selain menjadi pengisi kolom media cetak. Padahal resensi dan kritik sastra sangat penting lho. Selain menjadi tolak ukur karya seseorang di mata konsumen?para pembeli?juga membuat kita tahu seberapa besar kemajuan karya sastra dalam negeri.

Di sekolah-sekolah memang ada tugas membuat resensi. Namun sebagian besar anak mengeluh betapa sulitnya menilai sebuah buku. Kenapa? Bukankah mereka terbiasa membaca dan mereka tinggal membeberkan pendapat mereka tentang buku tersebut. Ternyata itu masih belum cukup. Meskipun membaca, anak yang merasa membuat resensi adalah ?siksaan? kurang paham dari segi apa melihat sebuah buku. Entah karena guru kurang lengkap memberi contoh atau anak kurang percaya diri.

Jika resensi boleh jadi selesai dalam hitungan selembar dua lembar kertas maka kritik sastra berbentuk bukunya, mungkin bisa menyaingi tebal buku itu sendiri. Kritik sastra menjadi sesuatu yang asing di telinga saya. Selain bekal pengetahuan super tinggi di bidang sastra, saya juga belum tahu bagaimana cara meluncurkan sebuah kritik sastra. Mata pelajaran bahasa di SMA belum pernah menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan kritik sastra. Sementara resensi lebih mudah dibuat?bukan berarti resensi isinya serampangan saja?tak perlu menjadi akademisi tapi jeli. Membuat resensi adalah hobi menarik setahun belakangan sejak saya diperkenalkan oleh guru saya, Pak Tateng Gunadi. Belajar meresensi menjadika kita tak sekedar mengatakan bagus tidaknya sebuah karya dari sekedar menarik tidaknya kisah di dalamnya.

Kalau resensi lebih untuk merekomedasikan sebuah buku agar layak beli. Keindahan kata menjadi daya jual ampuh. Bagai penjual kita mengungkap apa yang menarik dari buku A atau B. Kadang memang calon penikmatbuku sepenuhnya terpengaruh terhadap hasil resensi. Tapi ada baiknya kita mencari tahu info pembanding buku tersebut.

Apa saja kriteria meresensi? Pertama kita perlu menuliskan singkat ringkasan buku, cukup satu paragraf. Diutamakan kelebihan dan kekurangan buku. Dalam lomba tingkat SMA biasanya yang diminta kelebihan sebanyak-banyaknya dan kekurangan cukup satu dua buah. Kita boleh membandingkan buku itu dengan buku lain yang memiliki tema sejenis atau karya lainnya penulis tersebut. Apa manfaatnya, segmen pembaca, layak tidaknya dikoleksi, dan lainnya. Jangan lupa tentang EYD. Tak hanya melihat tata bahasa, sebuah resensi perlu mengulas tema (ikut arus pasar atau berbeda), karakter tokoh-tokohnya, setting cerita, kedetailan, sudut pandang, konflik, penyampaian amanat, gaya menulis dan masih banyak lagi.

Buku yang laku atau bagus di pasaran tak selalu mendapat tanggapan bagus dari apresiator baik melalui resensi ataupun kritik sastra. Semisal karya Kang Abik, ?Ketika Cinta Bertasbih?, menurut saya memiliki kelemahan soal karakternya yang dibangun terlalu sempura, terlalu menegaskan hitam dan putih. Nampak tidak manusiawi. Namun kelebihan muncul dari segi tema cinta berbalut agama?terbukti laris manis pula filmnya. Dari segi sudut pandang layak mendapat acungan jempol adalah ?Para Priyayi?-nya Umar Kayam dan ?The Witch From Portobello?-nya Paulo Coelho?bagaimana cerita menjadi jalian kisah yang berjalan melalui alam pikiran tiap tokoh?menjadi inspirasi saya dalam menulis, kisah dikisahkan masing-masing tokoh.

Sangat menarik mengetahui betapa luasnya isi sebuah cerita dalam sebuah buku?novel, kumpulan cerpen, antologi puisi?pencapaian seorang penulis tak sekedar rumitnya diksi yang kurang dipahami sebagian pembaca. Perlu juga melirik kekuatan karakter dan konflik dibangun, apakah maha sempurna baik ya baik jahat selalu jahat, kisah cinta harus romantis dan berakhir bahagia, mudah ditebak atau tidak alurnya. Yuk belajar meresensi atau membuat kritik sastra! Siapa tahu ada Kompasianer yang bisa mnegajari. Mumpung pas waktunya.