Apa hukuman bagi polisi yang melanggar kode etik *?

Merdeka.com - Merdeka.com - Terdakwa Ferdy Sambo meminta maaf kepada mantan anak buah di Divpropam Polri maupun divisi yang berbeda karena ikut terseret dalam skenario palsu pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal itu disampaikan Ferdy Sambo ketika hadir sebagai terdakwa bersama Putri Candrawathi dalam agenda pemeriksaan saksi kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12).

"Saya sudah sampaikan ke adik-adik kemarin ke penyidik yang mulia saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada senior dan rekan-rekan sekalian," kata Ferdy Sambo ketika diberi kesempatan menanggapi keterangan saksi.

Permintaan maaf itu telah disampaikan Ferdy Sambo sejak mantan Kadiv Propam Polri itu ditempatkan di tempat khusus (patsus) usai ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J oleh Tim Khusus (Timsus) Polri.

"Saya sudah membuat permohonan maaf kepada institusi Polri kepada senior, junior anggota yang sudah saya berikan keterangan tidak benar, dari proses penanganan di TKP Duren Tiga," kata Ferdy Sambo.

Bahkan Sambo secara tegas menyatakan telah meminta kepada Pimpinan Polri agar sederet anak buah di Divpropam, Polda Metro Jaya, maupun Polres Metro Jakarta Selatan yang terseret dalam skenario palsunya agar tidak diproses etik maupun pidana.

"Saya juga sudah meminta kepada pimpinan untuk tidak memproses kode etik dan pidana mereka karena mereka tidak tahu apa-apa. Saya yang salah dan saya siap bertanggung jawab untuk itu," kata dia.

Namun semua itu percuma karena sederet polisi telah dikenakan etik hingga pidana, seperti halnya dalam perkara dugaan obstruction of justice yang telah menyeret enam terdakwa selain Ferdy Sambo ke meja hijau.

"Saya sampaikan ke institusi tapi mereka tetap didemosi tetap dipecat padahal mereka tidak tahu apa-apa, saya yang tanggung jawab. Saya sedih sekali melihat mereka masih panjang usianya tapi harus selesai pada saat itu," ujar Ferdy Sambo.

Lanjutkan membaca

"Sekali lagi saya minta maaf kepada kawan-kawan senior, saya salah, saya siap tanggung jawab kan apa yang saya lakukan. Tapi saya tidak akan pertanggung jawabkan apa yang saya tidak dilakukan, mohon maaf kepada senior. Demikian Yang Mulia," sambung Sambo.

Saksi Diperiksa Selama Persidangan

Selama persidangan dengan total sebanyak 12 saksi di mana enam di antaranya adalah terdakwa Obstruction Of Justice yakni Mantan Karopaminal Divpropam Polri, Hendra Kurniawan; Arif Rahman Arifin, mantan Wakaden B Biro Paminal Propam; Agus Nurpatria mantan Kaden A Ropaminal Divpropam.

Lalu, Chuck Putranto; mantan Korspri Kadiv Propam Polri; Baiquni Wibowo mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri; dan Mantan Kasubnit I Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto. Mereka telah bersaksi dengan enam saksi lainnya.

Yaitu Audi Pratomo selaku Supir mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan; Linggom Pasarian S, Kor Logistik Yanma Mabes Polri.

Kemudian; AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay; Panji Zulfikar, Pemeriksa Forensik Muda; Susanto Haris selaku Kabag Gakkum Provost Div Propam Polri; hingga Mantan, Karo Provos Propam Polri Brigjen Pol, Benny Ali

Secara senada mereka menyatakan rasa kekecewaannya kepada Ferdy Sambo, karena merasa dibohongi atas kejadian pembunuhan Brigadir J. Hal itu disampaikan ketika secara bergiliran ditanya Hakim Ketua Ahmad Suhel soal perasaan mereka yang telah mengetahui dibohongi.

Dakwaan Pembunuhan Berencana

Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.

Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.

Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.

Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.

Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.

Dalam KBBI, senjata tajam (“sajam”) diartikan sebagai senjata yang tajam seperti pisau, pedang, golok. Sedangkan celurit yang Anda sebutkan diartikan sabit, senjata tradisional khas Madura yang bentuknya melengkung seperti sabit, biasa digunakan untuk bertarung atau mempertahankan diri.

Namun demikian, membawa sajam kena Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang berbunyi:

(1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).

Jadi, berdasarkan ketentuan di atas, membawa sajam seperti celurit adalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 atas dugaan membawa senjata penikam, atau senjata penusuk.

Berapa tahun hukuman membawa sajam? Sebagaimana disebutkan dalam pasal di atas, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun. Adapun perbuatan tersebut adalah kejahatan.[1]

Disarikan dari Hukum Membawa Senjata Tajam untuk Jaga Diri, ada beberapa peraturan pelarangan penggunaan sajam antara lain (hal. 1-2):

  1. Pembawa senjata tajam yang bermaksud untuk melakukan pengancaman terhadap orang lain. Pengancaman ini dapat dilatarbelakangi oleh beragam motif seperti perampokan atau dendam.
  2. Pembawa senjata tajam sebagai alibi melindungi diri sendiri. Hal ini menjadi dasar hukum membawa senjata tajam untuk perlindungan diri tidak diterapkan di Indonesia.
  3. Pembawa senjata tajam untuk mempengaruhi seseorang melakukan tindak penganiayaan terhadap orang lain.

Sehingga walaupun seseorang membawa sajam untuk melindungi diri atau pertahanan diri, hal ini tetap tidak diperbolehkan. Dengan demikian, masyarakat tidak dapat membawa sajam saat berpergian meskipun dengan alasan menjaga diri (hal. 2).

Contoh Putusan

Setelah memahami apa hukuman membawa sajam, guna memperjelas pemahaman Anda, berikut ini kami berikan satu contoh putusan terkait pasal membawa senjata tajam, Putusan PN Tangerang No. 1891/Pid.B/2011/PN.TNG.

Bermula dari terdakwa yang membawa sebilah golok bergagang kayu warna hitam dan bersarung kayu warna coklat berukuran panjang kurang lebih 45 cm yang disimpan di balik baju bagian depan (hal. 4).

Terdakwa membawa sebilah golok dengan niat untuk diperlihatkan dan menakut-nakuti seseorang sambil menanyakan dimana rompi milik terdakwa (hal. 4). Adapun perbuatan terdakwa yang membawa sebilah golok ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sehari-harinya sebagai tukang parkir dan tidak ada izin dari pihak berwajib (hal. 5).

Lebih lanjut, disebutkan unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 adalah (hal. 5):

  1. Barangsiapa;
  2. Tanpa hak menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, atau menyimpan sesuatu;
  3. Senjata penikam atau senjata penusuk.

Majelis hakim berpendapat bahwa seluruh unsur-unsur Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang merupakan pasal membawa senjata tajam telah terpenuhi, sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membawa senjata tajam tanpa izin. Terdakwa dipidana penjara selama tujuh bulan. Selain itu, sebilah golok tersebut ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan (hal. 6).

Demikian jawaban dari kami tentang pasal membawa senjata tajam, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948. 

Putusan:

Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1891/Pid.B/2011/PN.TNG.


[1] Pasal 3 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948