Analisislah faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia mudah diadu domba oleh Belanda

Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 06 Mei 2013 04:37:57 WIB

Politik adu domba telah terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bangsa penjajah saat itu menamakannya sebagai devide et impera. Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan Belanda untuk kepentingan politik, militer dan ekonomi. Politik adu domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia.

Berikut adalah faktor penyebab kegagalan perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah dan alasannya.

TRIBUNNEWS.COM - Pada masa penjajahan Belanda, bangsa Indonesia telah berusaha sekuat tenaga untuk mengusir penjajah.

Bangsa Indonesia bercita-cita menjadi bangsa yang merdeka.

Berbagai bentuk perlawanan terhadap penjajah dilakukan oleh para raja, bangsawan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

Mereka melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata.

Namun, pada umumnya, bentuk perlawanan semacam itu mengalami kegagalan.

Baca juga: Pengaruh Sistem Tanam Paksa/Cultuur Stelsel Pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia

Faktor Penyebab Kegagalan Bangsa Indonesia dalam Mengusih Penjajah dan Alasannya

Penyebab kegagalan perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah antara lain:

a. Perjuangan bersifat kedaerahan

Alasan: Sehingga mudah untuk diadu domba

b. Perlawanan tidak dilakukan secara serentak

PEKAN ujian, saya menemani anak belajar sejarah Indonesia, malam itu. Karena itu ialah salah satu pelajaran kesukaan saya, mengalirlah banyak cerita dari saya yang membuat dia banyak bertanya.

Ada satu hal yang membuat saya terdiam, yaitu ketika dia bertanya masih adakah politik pecah belah di zaman sekarang? Ingin rasanya menjawab tidak, tapi faktanya memang masih ada. Malah semakin kuat beberapa tahun belakangan ini.

Sejak ribuan tahun lalu, politik pecah belah telah digunakan manusia dari berbagai bangsa sebagai jalan menghancurkan kekuatan lawan-lawannya. Konteksnya bisa politik, ekonomi, maupun dalam strategi militer (perang).
Politik pecah belah dinilai banyak kalangan sebagai strategi ampuh untuk bisa melemahkan, menghancurkan, kemudian menguasai pihak lawan.

Salah satu bentuk politik pecah belah ialah politik adu domba. Satu pihak atau beberapa pihak akan dibenturkan dengan pihak lain. Benturan itu akan menyebabkan perpecahan dan kehancuran di setiap pihak. Jika setiap pihak sudah hancur, kekuatan mereka menjadi kecil dan lemah.

Jika sudah kecil dan lemah, pihak-pihak itu akan bisa dikuasai dengan mudah. Caranya dengan mengembuskan sentimen horizontal di masyarakat yang tujuannya menimbulkan benturan.

Istilahnya yang kita tahu dari pelajaran ialah devide et impera, 'pecah, dan kuasai'. Ini sama dengan tradisi orang Inggris; devine and rule, atau orang Arab bilang farriq, tassud!' yang berarti sama, ‘pecah dan perintahlah!’

Kita bisa belajar dari sejarah bangsa ini bahwa sesungguhnya banyak perang yang terjadi bukan (hanya) kita melawan bangsa penjajah, tapi lebih banyak melawan bangsa sendiri. Sebut saja Perang Jawa, Perang Padri, sampai Perang Aceh, semuanya ialah hasil politik adu domba sesama anak bangsa.

Ratusan tahun berlalu sejak kita ada di zaman penjajahan kolonial, ternyata kebiasaan bangsa kita yang mudah diadu domba masih tetap ada. Penyebabnya masih hal yang sama. Pertama, tidak kompetennya mereka yang memegang kekuasaan atau kekuatan. Kekuatan itu bisa kekuatan massa, dana, atau pengaruh.

Zaman dahulu bisa jadi karena kurangnya pendidikan, zaman sekarang sih rasanya enggak ya, hanya mungkin pendidikan yang didapatkan kurang baik, hehehe.

Karena tidak kompeten, akhirnya mudah dipengaruhi. Orang gedenya mudah dipengaruhi, apalagi orang kecilnya. Rasional ditutupi emosional, seperti halnya ideologis tertutup hal yang pragmatis.

Penyebab lainnya ialah banyak orang rakus di negeri ini. Akibatnya, banyak yang bernafsu untuk membuat sejarah daripada belajar dari sejarah. Harusnya kita belajar dari sejarah betapa keinginan untuk berkuasa membuat Kesultanan Mataram bisa dibagi menjadi empat.

Dan yang terakhir, mohon maaf jika saya bilang banyak orang pemalas di negeri ini. Sejarah mencatat zaman kerajaan Nusantara dulu, dengan imbalan kekuasaan banyak yang tega menjajah bangsanya sendiri. Buka saja literatur sejarah, apakah anggota pasukan terbanyak penjajah itu bangsa asing? Bukan, mereka bangsa Indonesia dan mereka memerangi bangsanya sendiri.

Ratusan tahun berlalu, kita masih saja menjadi bangsa yang mudah diadu-adu. Kita masih menjadi domba-domba yang tersesat, yang tidak tahu jalan pulang ke rumah Ibu Pertiwi.
Mau sampai kapan? (H-1)

Lihat Foto

Wikipedia

Tentara Belanda merebut benteng Fort Kuto Reh pada 14 Juni 1904 di tahap-tahap akhir Perang Aceh yang berlangsung selama 30 tahun. Perang Aceh menjadi salah satu perang dengan durasi paling panjang dalam sejarah dunia.

KOMPAS.com- Perjuangan bangsa Indonesia mengusir penjajah sudah berlangsung cukup lama sejak masa kerkerajaan.

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa pada abad ke-16 awalnya hanya untuk berdagang rempah-rempah dan disambut baik.

Namum lama-lama mereka menerapkan kolonialisme dan imperalisme yang ingin menguasai Indonesia.

Karena pada masa itu Indonesia merupakan negara penghasil rempah-rempah di dunia yang dimiliki nilai jual tinggi.

Sehingga muncul perlawanan kepada negara penjajah di berbagai daerah. Kondisi tersebut berlangsung cukup lama sebelumnya akhirya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Hanya saja perjuangan yang dilakukan di berbagai daerah mengalami kegagalan dan mampu ditaklukan.

Baca juga: Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional

Faktor kegagalan

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebelum abad ke-20 perjuaangan dan perlawanan bangsa Indonesia masih mengalami kegagalan dalam mengusir penjajahan.

Ada beberapa beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan, yakni:

  • Perjuangan bersifat lokal atau kedaerahan tidak secara serentak.
  • Secara fisik menggunakan senjata tradisional, seperti bambu runcing, golok, atau senjata tradisional lainnya. Sehingga kalah dalam persenjataan.
  • Dipimpin oleh tokoh-tokoh karismatik, seperti tokoh agama, atau bangsawan.
  • Bersifat sporadis atau musiman.
  • Efektifnya politik adu domba (devide et impera).

Perlawanan tersebut tidak menampakan hasilnya. Bahkan selalu gagal dan dapat diberantas oleh penjajah.

Pada waktu itu mereka berjuang bukan untuk Indonesia merdeka. Tapi bagaimana cara untuk mengusir penjajah dari daerahnya.

Lihat Foto

Dok. KOMPAS

Penggledahan yang dilakukan oleh tentara Belanda di zaman perang kemerdekaan.

KOMPAS.com - Pada abad ke-16, bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris, mulai berlayar ke wilayah timur.

Salah satu tujuan mereka adalah untuk mencari rempah-rempah. Dari pelayaran tersebut, mereka sampai ke Indonesia yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah.

Semula mereka hanya berdagang, tetapi keserakahan mulai muncul dan timbul keinginan untuk menguasai nusantara.

Di antara bangsa-bangsa Eropa yang datang, Belanda adalah bangsa yang paling lama menjajah Indonesia.

Lantas, mengapa Belanda bisa menjajah Indonesia dalam jangka waktu yang paling lama dari bangsa Eropa lainnya?

Pada 1596, Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pertama kali mendarat di Banten.

Saat itu, sudah banyak bangsa asing yang melakukan perdagangan di Indonesia. Bahkan beberapa kerajaan telah terikat perjanjian perdagangan dengan Portugis dan Spanyol.

Kedatangan Belanda dimanfaatkan oleh kerajaan untuk melepaskan diri dari Portugis. Kesempatan ini tentu saja dimanfaatkan Belanda dengan sebaik-baiknya.

Belanda mampu mengusir bangsa Eropa lainnya dari Indonesia. Pada akhirnya, Spanyol memilih menjajah Kepulauan Filipina, Portugis menyingkir untuk menguasai Timor Timur, dan Inggris menjajah Malaysia.

Bantuan Belanda ini tidak gratis, upah yang mereka minta adalah kebebasan untuk berdagang di nusantara.

Sejak jaman penjajahan, para penjajah sudah paham betul kelemahan Bangsa Indonesia, yaitu masyarakatnya yang mudah di pengaruhi / dihasut untuk saling membenci. Tidaklah susah Penjajah menerapkan politik PECAH BELAH atau Penjajahan Belanda mengistilahkan Divide et impera.

Politik pecah belah atau politik adu domba adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat (wikipedia)Politik pecah belah juga di gunakan penguasa-penguasa negeri ini untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya.

Sekarang mari kita cermati apa yang terjadi dewasa ini di sekitar kita, Sejak bergulirnya gelombang Reformasi di era tahun 1997 /1998 dimana pemerintahan Soeharto di gulingkan apa yang kita rasakan?

Masih hangat sekarang ini adalah kasus penyadapan yang dilakukan oleh Amerika dan Australia terhadap Indonesia. Sudah sejak lama hal tersebut dilakukan, dan mereka sudah tau persis kelemahan Indonesia karena mereka belajar dari sejarah bangsa ini tentang efektifnya penerapan Politik Pacah Belah untuk mengacau pikiran semua warga Indonesia dengan mudahnya menumbuhkan rasa benci diantara warga hanya karena perbedaan.

Saling membenci karena beda agama, saling membenci antar Partai Politik, saling benci antar institusi dan kelembagaan, saling benci antar etnis dan suku, saling benci antar wilayah, saling benci antar warga masyarakat,saling benci antara kaya dan miskin, saling benci antar suporter sepak bola, salin benci antar sekolah, bahkan kalangan mahasiswa yang konon ceritanya adalah mahluk yang paling mulia di negeri ini dikarenakan berjasa melakukan reformasi juga saling membenci antar fakultas, yang paling ironis sebagian sudah mulai membenci budaya sendiri ( benci bahasa daerah, benci kesenian daerah, benci adat istiadat daerah tapi begitu di klaim Malaysia semua marah )

Rasa benci ini akan sangat mudah diolah untuk menjadi alat yang sangat efektif untuk menhancurkan pondasi sebuah negara, yaitu PERSATUAN dan KESATUAN. Tidak segan bahkan hanya karena beda, warga Indonesia ini bisa dengan gampangnya saling menghina, saling merusak, saling serang bahkan saling membunuh ( contohnya : peristiwa Poso - Nasrani vs Muslim, peristiwa Sampit Kalimantan - Dayak vs Madura, dll )

Sekarang kita disibukan Pilkada dari tingkat Lurah, Bupati / Wali Kota, Gubernur, s.d Nasional yaitu Pemilu dan Pelilihan Presiden, sungguh melelahkan dan menyita banyak pikiran. Inilah kelemahan bangsa ini, perhatian terpecah sehingga kita mengabaikan masalah Ekonomi dan Kebangsaan  Negeri ini. Petani tidak dipehatikan jauh dari swasembada pangan, sayur, buah dan ternak, sektor pendidikan terbengkalai sehingga untuk pintar harus sekolah ke luar negri, sektor pembangunan infra struktur diabaikan kwalitasnya,  pengelolaan Sumber Daya Alam tidak dioptimalkan sehingga tergantung pada asing, industri-industri strategis hancur satu demi satu ( IPTN ) sehingga tidak pernah mandiri, bahkan kedaulatan negri ini juga terancam ( cukup Timor Timur saja yang hilang ).

Indonesia perlu berhenti sejenak untuk berpikir.

Mau sampai kapan kondisi ini dipertahankan, Indonesia sudah saatnya membutuhkan Pemimpin yang Pintar, Tangan Besi dan Mempunyai Ketegasan serta Kaku dalam Memimpin negri Ini dengan dilandasi rasa Nasionalisme yang Tinggi.

Kita tunggu 2014, siapa Nahkoda Negara Indonesia? Pejuang yang Kuat atau hanya orang yang lemah, Kita semua yang menentukan.


Lihat Politik Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA